Belajar Dari Kasus Ayam Widuran Jual Produk Non Halal, Pentingnya Sertifikat Halal
Smartlegal.id -

“Kasus Ayam Widuran yang menjual produk non-halal menegaskan pentingnya memiliki sertifikat halal untuk menjaga reputasi bisnis dan memenuhi standar regulasi yang berlaku.”
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, kehalalan makanan menjadi hal yang sangat penting. Konsumen perlu tahu dengan jelas apakah produk yang mereka beli halal atau tidak.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan informasi yang jujur tentang produk yang mereka jual ke publik. Salah satunya dengan menunjukkan apakah produknya sudah melalui proses sertifikasi halal secara resmi.
Beberapa waktu terakhir, nama Ayam Widuran ramai dibicarakan karena menjual produk non halal ke konsumen. Informasi ini baru disampaikan setelah produknya lama beredar tanpa penjelasan yang memadai.
Dari kejadian ini, kita bisa melihat pentingnya keterbukaan dan kepatuhan terhadap aturan sertifikat halal. Artikel ini akan membahas mengapa sertifikasi halal itu wajib dan apa risikonya jika diabaikan.
Baca juga: Sertifikat Halal Almaz Fried Chicken Sulit Diajukan dan Dimintai Miliaran, Bagaimana Ketentuannya?
Kasus Ayam Widuran
Ayam Goreng Widuran berdiri sejak 1973 dan dikenal luas sebagai rumah makan legendaris di Kota Solo. Popularitasnya tumbuh seiring waktu, terutama karena menyajikan ayam goreng kremes dengan cita rasa khas.
Namun, baru-baru ini kasus Ayam Goreng Widuran bermula dari unggahan media sosial yang mengungkap penggunaan minyak babi dalam masakan. Informasi ini mengejutkan masyarakat Solo karena restoran tersebut telah beroperasi lebih dari lima puluh tahun.
Selama ini, restoran mencantumkan kata “halal” di berbagai banner promosi tanpa penjelasan soal bahan bakunya. Label tersebut menimbulkan asumsi bahwa seluruh menu yang dijual aman dikonsumsi oleh masyarakat Muslim.
Publik semakin ramai membahasnya setelah manajemen mengakui penggunaan minyak babi untuk kremesan ayam. Sebagai bentuk tanggung jawab, mereka menyampaikan permintaan maaf dan mengganti seluruh label menjadi “non halal.”
Viralnya kasus ini mendorong Wali Kota Solo dan Satpol PP mendatangi lokasi dan meminta usaha ditutup sementara. Permintaan itu langsung dipenuhi oleh pemilik restoran sebagai langkah kooperatif terhadap penilaian ulang pemerintah.
Berikut beberapa produk yang wajib bersertifikat halal, dalam artikel Catat! Mulai Oktober 2024 Produk Ini Wajib Bersertifikat Halal
Pentingnya Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha
Sertifikasi halal bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga bentuk jaminan kepercayaan kepada konsumen Muslim. Dengan sertifikat tersebut, konsumen mendapat kepastian bahwa produk telah melewati proses verifikasi bahan dan proses sesuai dengan ketentuan.
Pemerintah sendiri mewajibkan seluruh produk yang beredar di Indonesia memiliki sertifikat halal. Kewajiban ini berlaku untuk produk makanan, minuman, bahan hasil sembelihan, serta barang gunaan yang terkait langsung dengan konsumsi masyarakat (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU 33/2014)).
Selain sebagai bentuk kepatuhan hukum, sertifikat halal memberikan sejumlah keuntungan bagi pelaku usaha. Berikut beberapa alasan mengapa sertifikasi halal menjadi hal yang penting:
1. Menjamin Kejelasan Informasi Produk kepada Konsumen
Sertifikat halal memberikan dasar hukum atas klaim kehalalan yang dicantumkan dalam kemasan atau promosi. Tanpa sertifikasi resmi, pelaku usaha bisa dianggap menyesatkan jika produk ternyata tidak memenuhi standar halal.
2. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
Produk bersertifikat halal memberikan rasa aman bagi konsumen Muslim dalam memilih makanan atau minuman. Kepercayaan ini penting agar konsumen tidak ragu saat bertransaksi dan tetap loyal terhadap produk.
3. Membangun Citra Usaha yang Bertanggung Jawab
Kepemilikan sertifikat halal menunjukkan bahwa usaha dijalankan dengan itikad baik dan sesuai prinsip perlindungan konsumen. Citra ini sangat membantu usaha kecil maupun besar dalam membangun reputasi yang profesional dan beretika.
4. Mendukung Pengawasan
Sertifikasi halal membantu pemerintah dan lembaga keagamaan dalam mengawasi produk yang beredar di masyarakat. Dengan begitu, kehalalan produk tidak hanya menjadi klaim sepihak, tetapi terjamin melalui sistem resmi yang berlaku.
Baca juga: Daftar Produk Makanan dan Minuman yang Wajib Bersertifikat Halal
Sanksi bagi Pelaku Usaha yang Tidak Memiliki Sertifikat Halal
Menurut Pasal 2 ayat (1) PP 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 42/2024), menyatakan bahwa setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan wajib bersertifikat halal.
Apabila pelaku usaha melanggar ketentuan tersebut, artinya memasarkan produk tanpa lebih dulu mengantongi sertifikat halal, maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJPH) berwenang menjatuhkan sanksi administratif (Pasal 171 ayat (1) PP 42/2024).
Sanksi administratif tersebut berupa peringatan tertulis dan penarikan barang dari peredaran (Pasal 171 ayat 2 dan ayat 5 PP 42/2024).
Jika peringatan tertulis tidak direspons dalam waktu 30 hari kalender, maka BPJPH berhak langsung melakukan penarikan produk dari peredaran (Pasal 183 PP 42/2024).
Penarikan ini menjadi bukti bahwa pelaku usaha yang mengabaikan sertifikasi halal akan mendapat konsekuensi tegas dari pemerintah.
Produk Non-Halal Wajib Cantumkan Keterangan Tidak Halal
Produk yang berasal dari bahan yang diharamkan memang dikecualikan dari kewajiban memiliki sertifikat halal. Namun, produk dari bahan haram tetap wajib mencantumkan keterangan tidak halal (Pasal 2 ayat (2) dan (3) PP 42/2024).
Produk berbahan non-halal wajib menampilkan label “tidak halal” yang mudah dilihat, mudah dibaca, serta tidak mudah dihapus atau dirusak. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan dan kejelasan informasi bagi konsumen sebelum membeli atau mengkonsumsi produk tersebut (Pasal 110 ayat (1) dan (2) PP 42/2024).
Dalam konteks ini, kasus Ayam Widuran dapat dikatakan melanggar ketentuan tersebut. Restoran ini menggunakan minyak babi, tetapi justru mencantumkan kata “halal” di banner mereka sebelum kasus ini terungkap. Tindakan seperti itu sangat berisiko dan dapat dianggap sebagai bentuk penyesatan informasi kepada konsumen.
Perbuatan ini berpotensi melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999), yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan, atau tidak akurat.
Pelaku usaha yang terbukti melanggar ketentuan Pasal 8 dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar (Pasal 62 ayat (1) UU 8/199).
Cara Mengurus Sertifikasi Halal
Sertifikasi halal bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga wujud komitmen pelaku usaha dalam menjaga transparansi dan perlindungan bagi konsumen. Dengan memiliki sertifikat halal, pelaku usaha menunjukkan bahwa produknya telah melewati proses verifikasi yang sah, sesuai standar syariat dan peraturan yang berlaku.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana cara mengurus sertifikasi halal secara resmi dan sesuai prosedur.
- Pendaftaran Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP Halal): Pelaku usaha mendaftar pada website resmi PTSP Halal dan mengisi profil usaha secara lengkap. Data yang wajib disertakan meliputi identitas penanggung jawab, NIB, NPWP, serta informasi pabrik atau outlet.
- Pengajuan Permohonan Sertifikasi Halal: Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal kepada BPJPH untuk diverifikasi kelengkapan dokumen dan produk. Hanya permohonan yang memenuhi syarat yang akan diproses ke tahap pemeriksaan.
- Pemeriksaan dan Pengujian oleh LPH: LPH akan melakukan audit atau pengujian terhadap bahan baku, proses produksi, dan kebersihan fasilitas usaha. LPH yang digunakan harus terakreditasi BPJPH dan terdaftar sebagai mitra resmi MUI.
- Penetapan Fatwa Halal oleh MUI: Hasil audit menjadi dasar sidang fatwa yang diselenggarakan oleh MUI. Bila produk dinyatakan memenuhi standar halal, MUI akan menetapkan keputusan Penetapan Halal Produk.
- Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH: BPJPH menerbitkan sertifikat halal berdasarkan keputusan fatwa halal dari MUI. Sertifikat ini berlaku selama empat tahun dan harus diperpanjang sebelum masa berlakunya habis.
Penasaran apakah produk impor juga wajib memiliki sertifikat halal? Simak selengkapnya dalam artikel Wajibkah Semua Makanan Impor Bersertifikat Halal? Cek Faktanya!
Ingin mengurus sertifikat halal tapi masih bingung dengan prosedur dan persyaratannya? Hubungi Smartlegal.id untuk mendapatkan panduan dan bantuan lengkap dalam proses sertifikasi halal produk Anda.
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://www.tempo.co/hukum/ayam-goreng-widuran-jual-produk-non-halal-apa-yang-dilanggar--1553571
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250528202755-12-1234349/fakta-fakta-kasus-ayam-widuran-nonhalal-warga-mulai-lapor-polisi
https://www.kompas.com/tren/read/2025/05/28/210000965/berkaca-dari-kasus-ayam-goreng-widuran-apa-sanksi-bagi-pelaku-usaha-yang