Bukalapak Digugat PMH, Bagaimana Ketentuan Hukumnya?

Smartlegal.id -
Bukalapak Digugat
Bukalapak Digugat

“Bukalapak dan PT Leads Property digugat secara tanggung renteng oleh PT Harmas Jalesveva”

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, PT Bukalapak.com digugat dengan dalil Perbuatan Melawan Hukum oleh PT Harmas Jalesveva. 

Tidak hanya itu, PT Harmas Jalesveva juga menyeret PT Leads Property Services Indonesia sebagai tergugat dalam surat gugatan tersebut. Usut punya usut, gugatan tersebut diketahui telah terdaftar pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Maret 2021 dengan nomor perkara 294/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL.

Pada bagian petitum (bagian yang berisi tuntutan) surat gugatan perdata tersebut terdapat 14 poin tuntutan PT Harmas Jalesveva kepada hakim. Diantaranya, PT Harmas Jalesveva selaku penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp90,32 miliar kepada PT Bukalapak.com selaku Tergugat I dan menuntut PT Leads Property Services selaku Tergugat II Indonesia agar mengembalikan biaya konsultasi jasa marketing senilai Rp 3,12 miliar. 

PT Harmas Jalesveva dalam petitumnya juga memohon kepada hakim agar PT Bukalapak.com dan PT Leads Property Services Indonesia membayar kerugian materiil senilai Rp 77,5 miliar yang diderita oleh PT Harmas Jalesveva secara tanggung renteng. Tidak berhenti sampai situ, PT Harmas Jalesveva juga memohon hakim untuk menyatakan secara sah dan berharga terhadap sita jaminan berupa saham sebesar 75% dari total nilai saham secara akumulatif.

Baca juga: Emang Boleh Satu Orang Mewakili Beberapa PT Dalam Perjanjian? Perhatikan Resikonya! 

Ketentuan PMH

Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagai dalil gugatan dalam kasus tersebut diatur di dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan :

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Menurut Rosa Agustina dalam bukunya yang berjudul Perbuatan Melawan Hukum halaman 19, dikatakan bahwa suatu perbuatan dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum apabila memenuhi salah satu dari empat kriteria. Empat kriteria tersebut antara lain :

  1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
  2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
  3. Bertentangan dengan kesusilaan; dan
  4. Bertentangan dengan asas kepatutan.

Empat kriteria ini bersifat alternatif. Artinya hanya perlu terpenuhi paling sedikit satu kriteria saja. Tidak perlu terpenuhi keseluruhan.

Selanjutnya, apabila penggugat menggunakan PMH sebagai dalil dalam gugatannya, maka penggugat harus membuktikan empat unsur yang terkandung dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu :

  • Perbuatan Tersebut Melanggar Hukum
    Penggugat harus membuktikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh tergugat adalah melanggar ketentuan atau kaidah hukum yang berlaku, baik kaidah hukum tertulis maupun kaidah hukum tidak tertulis.
  • Adanya Kesalahan
    Penggugat harus membuktikan bahwa terdapat kesalahan yang dilakukan oleh tergugat. Baik kesalahan itu berupa kesengajaan maupun kelalaian.
  • Timbul Kerugian
    Penggugat mengalami kerugian yang timbul dari perbuatan tergugat.
  • Adanya Hubungan Kausalitas Antara Perbuatan Melawan Hukum dengan Kerugian
    Penggugat harus membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya merupakan sebab akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat.

Sedangkan terhadap empat unsur tersebut bersifat kumulatif yang berarti penggugat menanggung beban pembuktian untuk memenuhi empat unsur di atas dalam gugatan PMH yang diajukannya.

Ketentuan tanggung renteng

Terhadap tanggung renteng yang dialamatkan pada salah satu poin gugatan dalam surat gugatan pada kasus di atas berdasarkan Hukum Perdata diatur di dalam Pasal 1278 KUHPerdata yang berbunyi:

“Suatu perikatan tanggung-menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang di antara mereka, membebaskan debitur, meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi antara para kreditur tadi. “

Dalam doktrin Hukum Perdata dikenal adanya tanggung renteng aktif dan tanggung renteng pasif. Tanggung renteng aktif diatur dalam Pasal 1278 KUHPerdata yang sebagaimana disebutkan di atas. Sedangkan tanggung renteng pasif diatur di dalam Pasal 1280 KUHPerdata yang berbunyi :

“Di pihak para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka semua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa sehingga salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu dapat membebaskan debitur lainnya terhadap kreditur.“

Sederhananya, dalam Hukum Perdata, pada tanggung renteng aktif terdapat beberapa kreditur yang berhadapan dengan satu orang kreditur. Sedangkan pada tanggung renteng pasif, terdapat beberapa debitur yang berhadapan dengan satu kreditur.

Sedangkan dalam Hukum Acara Perdata tidak ditemui satupun ketentuan mengenai tanggung renteng. Namun pada perkembangannya, istilah tanggung renteng kemudian diatur di dalam yurisprudensi pada putusan Mahkamah Agung No. 3215 K/PDT/2001 dan putusan Mahkamah Agung No. 957 K/Pdt/2006

Penerapan tanggung renteng pada gugatan PMH akan menjadi sulit dibuktikan. Sebab, besaran nominal ganti rugi terhadap masing-masing tergugat yang digugat secara tanggung renteng tidak ditentukan secara detail.

Hal tersebut dapat menimbulkan sengketa baru antara tergugat satu dengan tergugat lainnya pada saat tahap eksekusi sehingga seringkali mengikis nilai dari asas kepastian hukum dalam beracara.

Punya pertanyaan seputar legalitas usaha tapi bingung dengan ketentuan hukumnya? Segera Konsultasikan Kepada Kami. Hubungi SmartLegal.id Dengan Menekan Tombol Di Bawah Ini.

Author : Bima Satriojati

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY