Diskon Besar-besaran? Hati-Hati Predatory Pricing!

Smartlegal.id -
diskon
diskon

“Diskon dan promo bertebaran di Penghujung akhir tahun 2023 kemarin. Awas kena sanksi karena predatory pricing” 

Tidak terasa kini sudah memasuki tahun baru, yaitu tahun 2024.

Kemarin, banyak pelaku usaha yang memberi kejutan akhir tahun berupa diskon pun dapat menjadi opsi strategi yang menarik untuk meningkatkan daya beli konsumen.

Banyak diskon akhir tahun yang ditawarkan kepada calon konsumen dan tak jarang membuat konsumen akhirnya menggali kocek lebih dalam untuk memiliki barang-barang baru dalam menyambut tahun yang baru.

Berbagai macam diskon dan promo natal atau akhir tahun dapat ditemukan di sejumlah sektor, seperti ritel food and beverage (F&B) ternama hingga toko pakaian.

Selain untuk keperluan marketing, diskon menarik ini juga diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada pelanggan yang setia membeli produk pelaku usaha tersebut.

Bentuk diskon atau promo yang ditawarkan pun beragam bentuknya, seperti buy one get one, potongan harga hingga 70 persen, promo beli 2 gratis 1, pemberian voucher, dan banyak teknik marketing yang tak kalah menarik antara satu produk dengan produk lainnya.

Dengan banyaknya diskon dan promo di penghujung tahun 2023 kemarin, tak jarang harga yang ditawarkan menjadi di bawah harga jual seperti biasanya, bahkan jauh dari modal yang dikeluarkan.

Hal ini berpotensi memicu terjadinya predatory pricing yang dapat merusak harga jual produk tertentu ke depannya.

Lantas, apa itu predatory pricing?

Pengertian Predatory Pricing dan Dampaknya

Berdasarkan buku yang diterbitkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan judul Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua, pada intinya predatory pricing adalah tindakan dari suatu perusahaan yang mengeluarkan pesaingnya dengan cara menetapkan harga di bawah biaya produksi.

Dikatakan bahwa pada masa predatory ini, pelaku usaha akan mengalami kerugian karena menjual barang-barangnya dengan sangat murah.

Konsumen pun menjadi pihak yang diuntungkan karena dapat membeli barang dengan harga sangat murah.

Baca juga: Kasus Monopoli: Aqua Ketahuan Larang Pedagang Jual Le Minerale

Perusahaan lain yang tidak menerapkan praktik predatory pricing pun berpotensi tidak dilirik konsumen karena masih menjual barang dengan harga normal. Hal inilah yang menimbulkan dugaan monopoli dalam dunia persaingan usaha.

Monopoli pasar yang berkelanjutan dapat menimbulkan berbagai dampak buruk, salah satunya seperti konsumen akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan barang atau produk tertentu diakibatkan oleh harga pasaran yang tidak terkontrol. Pada akhirnya, konsumen pun menjadi pihak yang paling dirugikan.

Jadi, Pemerintah Indonesia pun mengatur terkait kegiatan monopoli pasar, salah satunya dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999). 

Larangan Predatory Pricing

Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha tertentu (Pasal 1 angka 1 UU 5/1999).

Dalam praktiknya, penerapan diskon atau promo secara berlebihan dapat mengakibatkan monopoli atas produk tertentu.

Padahal, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Hal ini disebutkan dalam Pasal 6 UU 5/1999.

Selain itu, terkait patokan harga terlalu rendah ini juga bermuara pada Pasal 20 UU 5/1999, yang berbunyi,

“Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

Harga yang berbeda ini pada umumnya merupakan harga yang lebih murah dari pasaran, sehingga membuat konsumen tertarik untuk dapat mendapatkan produk tertentu dengan harga yang lebih murah.

Promo harga murah ini banyak ditemukan di marketplace besar, sehingga penting untuk konsumen lebih jeli lagi dalam melakukan pembelian.

Sanksi bagi Pelaku Usaha yang Melakukan Predatory Pricing

Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan praktik predatory pricing, maka KPPU dapat mengenakan sanksi administratif.

Baca juga:  Awas! Menjual Barang Dengan Harga Terlalu Rendah Bisa Kena Sanksi

Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 6/2023).

Sanksi administratif yang dimaksud berupa (Pasal 118 angka 4 UU 6/2023):

  1. Pembatalan perjanjian atau menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli;
  2. Penetapan pembayaran ganti rugi; hingga
  3. Denda, paling sedikit Rp1 miliar.

Selain itu, ada juga jeratan sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan predatory pricing, di antaranya (Pasal 48 ayat (2) UU 5/1999):

  1. Pidana denda, paling rendah Rp5 miliar dan paling besar Rp25 miliar; atau
  2. Pidana kurungan pengganti denda, maksimal 5 bulan.

Sikap sebagai Konsumen atas Adanya Dugaan Predatory Pricing

Lalu, bagaimana sebagai konsumen dalam menghadapi adanya praktik predatory pricing atau monopoli lainnya oleh perusahaan tertentu?

Hal sederhana yang dapat dilakukan oleh konsumen di saat produk ataupun jasa yang diinginkannya mengalami predatory pricing adalah sebagai berikut:

  1. Jeli dalam Memilih Produk
    Konsumen harus bijaksana dalam membeli produk-produk tertentu. Jangan mudah tergiur akan hal-hal yang harganya terlalu murah (tidak wajar), padahal ada potensi kualitas yang kurang dari produk tersebut. Belilah sesuatu dengan harga yang wajar sehingga kualitas pun dapat tetap terjaga.
  2. Jadi Konsumen Cerdas
    Perusahaan yang menerapkan predatory pricing atas produknya berpotensi menimbulkan monopoli. Hal ini pun akan menjadi satu-satunya produk yang ada di pasaran.
    Oleh karena itu, konsumen dituntut untuk menjadi cerdas dalam memilih opsi-opsi produk lainnya yang dapat mengganti kebutuhan akan produk yang dimonopolikan.  

Punya masalah legalitas bisnis? Konsultasikan saja kepada ahlinya! Hubungi Smartlegal.id untuk menyelesaikan masalah legalitas bisnis Anda. Klik tombol di bawah ini sekarang juga.

Author: Richa Aulia Rosniawaty

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY