Ayam Goreng Suharti: Bisnis Keluarga Pecah Kongsi & Kehilangan Merek

Smartlegal.id -
ayam goreng suharti
ayam goreng suharti

“Ayam goreng Suharti jadi salah satu restoran ayam goreng yang terkenal karena ada dua restoran dengan nama sama tapi beda logo.”

Kegiatan usaha rumah makan atau restoran bukan menjadi hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Banyak masyarakat Indonesia yang tertarik memulai kegiatan usaha pada dunia food and beverage atau yang kerap dikenal dengan FnB ini bersama dengan kerabat atau keluarga.

Tentu saja pada kegiatan usaha bersama keluarga untuk rumah makan atau restoran tersebut pasti memiliki identitas berupa merek, yang secara umum terdiri dari unsur nama dan logo.

Namun, tidak menutup kemungkinan terjadinya risiko pecah kongsi di setiap proses bisnis keluarga. Pecah kongsi dapat membuat perebutan aset-aset perusahaan, termasuk merek.

Hal tersebut tentu tidak diinginkan bagi para pebisnis, sebab, pecah kongsi dapat menghancurkan satu perusahaan dan akhirnya berujung bangkrut. 

Lantas, apa yang menjadi penyebab pecah kongsi dalam kegiatan bisnis? Dan bagaimana cara melindungi merek atau brand bisnis untuk meminimalisir risiko tersebut? 

Contoh Kasus Pecah Kongsi: Rumah Makan Ayam Goreng Ny. Suharti

Mengutip dari laman resmi Liputan6.com, Nyonya Suharti dikenal sebagai sosok perempuan dari Yogyakarta yang pandai meracik bumbu ayam goreng.

Ayam goreng yang berasal dari racikan turun temurun milik Mbok Berek, membuat Nyonya Suharti mulai menekuni bisnis ayam goreng buatannya bersama sang suami.

Lambat laun, Nyonya Suharti dan suaminya pun memperluas bisnis rumah makan ayam goreng tersebut dengan membuat berbagai cabang.

Baca juga: Restoran Solaria Gugat Kompetitor Karena Dianggap Niru Merek

Namun, di tengah bisnis tersebut berjalan, ternyata terjadi konflik antara Nyonya Suharti dan suaminya, yang berujung pada perceraian.

Sayangnya, bisnis rumah makan ayam goreng tersebut telanjur diakuisisi dan terdaftar atas nama suaminya.

Hal ini pun membuat Nyonya Suharti kehilangan haknya untuk menggunakan merek rumah makan yang awalnya ia bangun bersama suaminya tersebut.

Nyonya Suharti tidak kehilangan akal. Akhirnya, ia mendirikan kembali rumah makan miliknya sendiri dan masih dengan nama merek yang sama, yaitu “Ayam Goreng Ny.Suharti”.

Namun, sebagai pembeda dengan rumah makan milik mantan suaminya, maka Nyonya Suharti menggunakan potret wajahnya sendiri pada logo merek rumah makan “Ayam Goreng Ny.Suharti” tersebut.

Inilah yang menjadi latar belakang mengapa terdapat dua logo berbeda untuk rumah makan ayam goreng Suharti, yaitu karena terjadi pecah kongsi dalam bisnis keluarga.

Oleh karena itu, jika mendirikan bisnis keluarga, maka disarankan untuk segera mendaftarkan merek pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan nama pemilik yang paling banyak berkontribusi dalam pendirian bisnis tersebut.

Prinsip First to File dalam Pendaftaran Merek

Merujuk Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016), pendaftaran merek di Indonesia menerapkan prinsip first to file.

Sederhananya, first to file merupakan prinsip “siapa cepat dia dapat”, yang artinya hak atas merek (seperti hak eksklusif) diperoleh oleh pihak yang lebih dulu melakukan pendaftaran merek pada DJKI dan mendapat persetujuan.

Meskipun  prinsip first to file terlihat sederhana, namun implikasinya sangat signifikan.Terutama pada  proses pendaftaran merek karena untuk menentukan hak kepemilikan atas merek menjadi sangat krusial.

Syarat Pendaftaran Merek di Indonesia

Pemilik usaha dapat mendaftarkan mereknya secara resmi melalui lembaga pemerintah, yaitu DJKI yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU 20/2016, pemilik usaha juga dapat mengajukan permohonan pendaftaran merek dagang secara elektronik melalui situs web resmi DJKI.

Baca juga: Benarkah Merek Tidak Terdaftar Tetap mendapat Perlindungan Hukum?

Beberapa persyaratan harus dipenuhi untuk melakukan pendaftaran merek di DJKI, antara lain:

  1. Etiket/label merek;
  2. Tanda tangan pemohon;
  3. Surat Rekomendasi UKM Binaan atau Surat Keterangan UKM Binaan Dinas (Asli) (bagi pemohon usaha mikro dan usaha kecil);
  4. Surat Pernyataan UMK Bermeterai (bagi pemohon usaha mikro dan usaha kecil);

Dalam proses permohonan pendaftaran merek, diperlukan juga lampiran dokumen yang mencakup  (Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek) :

  1. Bukti pembayaran biaya permohonan;
  2. Label merek sebanyak tiga lembar, dengan ukuran minimal 2 x 2 cm dan maksimal 9 x 9 cm;
  3. Surat pernyataan kepemilikan merek;
  4. Surat kuasa, apabila pengajuan dilakukan melalui kuasa;
  5. Bukti prioritas beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, jika menggunakan hak prioritas.

Masih mau ribet daftar merek sendiri? Gak takut salah pilih kelas merek? Hati-hati! Kalau salah daftar merek, bisa aja kena tolak. 

Serahin aja kepada konsultan Smartlegal.id. Daftar merek cukup dengan klik tombol di bawah ini saja. 

Author: Hana Khalita

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY