Siap-Siap! Sekarang Pangan Olahan Masuk Daftar Cukai?

Smartlegal.id -
Daftar Cukai
Daftar Cukai

“Ketentuan tersebut memberikan dasar hukum bagi penetapan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, sebagai barang daftar cukai.”

Dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah telah mengambil langkah penting dengan mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP 28/2024)

Salah satu dampaknya adalah penambahan pangan olahan ke dalam daftar barang yang dikenakan cukai. Bagi pemilik resto-cafe, perubahan ini membawa tantangan baru yang perlu dipahami secara mendalam. 

Memahami implikasi dari peraturan ini tidak hanya penting untuk mematuhi regulasi, tetapi juga untuk merancang strategi bisnis yang efektif di tengah perubahan ini.

Dalam artikel ini, akan dibahas secara mendetail mengenai hal-hal yang perlu diketahui oleh pemilik resto-cafe terkait kebijakan baru ini. Simak pembahasan lengkapnya di bawah ini.

Baca juga: Keuntungan Izin Edar Produk Pangan Olahan Sejenis, Cek Faktanya!

Pangan Olahan Fix Kena Daftar Cukai?

Penetapan pangan olahan sebagai barang kena cukai diatur dalam Pasal 194 ayat (4) PP 28/2024

Pasal ini menyebutkan bahwa, selain menetapkan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak, Pemerintah Pusat juga “dapat” mengenakan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini, ketentuan tersebut memberikan dasar hukum bagi penetapan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, sebagai barang yang dikenakan cukai.

Dalam penjelasannya, pangan olahan didefinisikan sebagai makanan atau minuman yang melalui proses tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. 

Sementara itu, pangan olahan siap saji adalah makanan atau minuman yang telah diolah dan siap disajikan, baik di lokasi usaha maupun di luar lokasi usaha, seperti di restoran, hotel, kafetaria, atau gerai makanan keliling.

Baca juga: Awas Tidak Punya Izin Edar Pangan Olahan, Bisa Kena Sanksi Berikut!

Belum Dikaji Lebih Lanjut

Namun, kontradiksi dari ketentuan yang ada, dikutip dari CNBC Indonesia (5/8/24), Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto, menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pangan olahan sebagai barang kena cukai masih merupakan usulan dari Kementerian Kesehatan. 

Nirwala menegaskan bahwa pihak DJBC belum mengkaji usulan ini, sebab untuk menjadi barang kena cukai, usulan harus disetujui oleh Komisi XI DPR dan dimasukkan dalam Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 

Masih dikutip dari sumber yang sama, diketahui bahwa saat ini, hanya minuman berpemanis dalam kemasan yang telah dikaji, sedangkan “junk food”, sebagai salah satu bentuk makanan olahan siap saji belum.

Baca juga: Wajib Tau! Ini Dia Syarat Registrasi Pangan Olahan berdasarkan Tingkat Risiko

Kriteria Barang Termasuk Daftar Kena Cukai

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan pada barang-barang tertentu dengan sifat atau karakteristik tertentu. 

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (UU 39/2007), barang-barang yang dikenakan cukai adalah barang-barang yang memiliki sifat atau karakteristik sebagai berikut: 

  1. Konsumsinya perlu dikendalikan; 
  2. Peredarannya perlu diawasi; 
  3. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau 
  4. Pemakaiannya perlu dikenakan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Lebih lanjut Pasal 2 ayat (2) UU 39/2007 kemudian menegaskan bahwa barang-barang yang memenuhi kriteria tersebut dinyatakan sebagai “barang kena cukai”.

Dengan demikian, pengenaan cukai pada pangan olahan didasarkan pada asumsi bahwa pangan olahan memenuhi kriteria tertentu, seperti konsumsi yang perlu dikendalikan.

Contohnya, makanan dengan kandungan gula, garam, atau lemak tinggi yang dapat berdampak negatif pada kesehatan, peredaran yang perlu diawasi untuk mencegah dampak negatif, serta dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan jika mengandung bahan berbahaya. 

Selain itu, cukai bertujuan untuk menyeimbangkan dampak ekonomi dan sosial serta menambah pendapatan negara. Pangan olahan dengan karakteristik ini dapat menjadi calon barang kena cukai untuk mengendalikan konsumsi dan dampaknya.

Untuk informasi, saat ini terdapat tiga jenis barang yang dikenakan cukai, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, serta hasil tembakau. 

Sementara itu, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik saat ini sedang dibahas sebagai calon barang kena cukai.

Baca juga: Kini Mengurus Perizinan Pangan Industri Rumah Tangga Bisa Melalui OSS

Kewajiban Pelaku Usaha Terkait Batas Maksimum Gula, Garam dan Lemak pada Pangan Olahan

Rencana pengenaan cukai pada pangan olahan pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak. 

Dalam hal ini, Pemerintah Pusat menetapkan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji (Pasal 194 ayat (1) PP 28/2024).

Selain pengenaan cukai, terdapat ketentuan tambahan yang mempengaruhi pelaku usaha terkait kewajiban mereka untuk mematuhi batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak yang ditetapkan.

Sesuai ketentuan Pasal 195 PP 28/2024, pelaku usaha diwajibkan untuk:

  1. Memenuhi batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak yang ditetapkan.
  2. Mencantumkan label gizi, termasuk informasi tentang kandungan gula, garam, dan lemak, pada kemasan pangan olahan atau media informasi untuk pangan olahan siap saji.
  3. Tidak melakukan iklan, promosi, atau sponsor kegiatan jika produk melebihi batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.
  4. Menghindari penjualan atau peredaran pangan olahan yang melebihi batas maksimum di kawasan tertentu.
  5. Memperhatikan bahkan dilarang untuk menggunakan zat bahan yang berisiko menimbulkan penyakit tidak menular dalam produk pangan olahan.

Kewajiban tersebut disertai sanksi bagi setiap pelanggaran, berupa sanksi administratif seperti peringatan tertulis, denda, penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran produk, penarikan pangan olahan dari peredaran, dan pencabutan perizinan berusaha (Pasal 196 PP 28/2024).

Perbarui pengetahuan tentang peraturan-peraturan yang berlaku menjadi penting bagi pelaku usaha. Perlu konsultasi terkait aturan yang berlaku atau legalitas usaha Anda? Hubungi Smartlegal.id!

Author: Sabilla Salsabilla

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY