Konsumen Dirugikan oleh Pelaku Usaha? Ini Penyelesaiannya!
Smartlegal.id -
“Konsumen sejatinya memiliki risiko yang lebih besar daripada pelaku usaha sebab posisi tawar konsumen yang lemah maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar dan dirugikan.”
Pada praktiknya banyak permasalahan timbul baik dari pihak pelaku usaha maupun konsumen yang cenderung menempatkan konsumen pada posisi yang lebih lemah. Konsumen kerap menjadi objek aktivitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha tanpa memperhatikan hak-hak konsumen.
Sayangnya, masih banyak konsumen yang belum paham tentang hak serta perlindungan hukum bagi mereka. Sehingga ketika dirugikan oleh pelaku usaha, konsumen tidak tahu langkah yang harus ditempuh untuk menuntut pemenuhan haknya.
Jadi, bagaimana proses penyelesaian sengketa perlindungan konsumen?
Konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen, dalam hal ini yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. (Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”)).
Sesuai Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela atau tergantung dari kesepakatan para pihak yang bersengketa. Namun, tak menutup kemungkinan jika kedua belah pihak memilih penyelesaian secara damai tanpa melalui pengadilan ataupun BPSK.
Baca juga: Konsumen Dirugikan Dropshipper? Ini Dia Bentuk Tanggung Jawabnya!
Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
Sengketa konsumen yang diselesaikan di Pengadilan mengacu pada ketentuan peradilan umum. Pada umumnya, proses beracara sengketa perlindungan konsumen di pengadilan dapat berupa gugatan perorangan biasa, gugatan sederhana, class action atau gugatan yang diajukan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan pemerintah/instansi terkait.
Jenis gugatan ini tergantung pada siapa yang dirugikan, jumlah orang yang dirugikan dan besarnya kerugian yang ditimbulkan. Gugatan atas sengketa konsumen dapat dilakukan oleh (Pasal 46 UU Perlindungan Konsumen):
- Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
- Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
- Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; dan
- Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
UU Perlindungan Konsumen memberikan kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dilakukan dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi.
Baca juga: Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Tanpa Klausula Arbitrase di Kontrak, Memangnya Bisa?
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diatur dalam Bab III Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/KEP/12/2001 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“Kepmendag 350/2001”) yang mana dapat ditarik benang merahnya sebagai berikut:
- Konsumen melakukan pengaduan kepada BPSK baik secara tertulis atau lisan tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- Terkait pengaduan ini, BPSK melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
- Penyelesaian sengketa konsumen wajib diselesaikan dalam waktu 21 hari kerja sejak permohonan diterima oleh Sekretariat BPSK. Penyelesaian sengketa melalui BPSK dilakukan melalui persidangan dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Namun, apabila pelaku usaha tidak hadir dalam persidangan penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK, terdapat konsekuensi yang harus diterima. Dalam hal pelaku usaha tidak hadir pada hari pertama persidangan dengan cara arbitrase Majelis akan memberikan kesempatan terakhir kepada konsumen dan pelaku usaha untuk hadir pada persidangan kedua dengan membawa alat bukti yang diperlukan (Pasal 36 ayat (1) Kepmendag 350/2001).
Apabila pelaku usaha tetap tidak hadir pada persidangan kedua, maka gugatan konsumen dapat tetap dikabulkan oleh Majelis tanpa kehadiran pelaku usaha (Pasal 36 ayat (3) Kepmendag 350/2001). Nantinya akan dituangkan dalam bentuk putusan Majelis yang ditandatangani oleh ketua dan anggota Majelis (Pasal 37 ayat (3) Kepmendag 350/2001).
Berdasarkan Pasal 41 Kepmendag 350/2001 Putusan tersebut kemudian diberitahukan secara tertulis ke alamat konsumen dan pelaku usaha maksimal 7 hari kerja sejak putusan dibacakan. Dalam waktu 14 hari kerja sejak putusan BPSK diberitahukan:
- Konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK.
- Konsumen atau pelaku usaha yang menolak putusan BSPK diberikan kesempatan mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Jika tidak dilakukan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan dan wajib melaksanakan putusan tersebut maksimal 5 hari kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan terlampaui.
Putusan BPSK bersifat final dan mengikat sesuai Pasal 42 Kepmendag 350/2001 dan terhadap putusan BPSK tersebut dapat dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum lain dalam bisnis anda? Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini.
Author: Sekar Dewi Rachmawati