Pengusaha Melakukan Diskriminasi Harga? Eits,Cek Dulu Ketentuannya!
Smartlegal.id -
“Diskriminasi harga adalah tindakan yang dilarang, sehingga pelaku usaha dapat ditindak dengan sanksi administrasi oleh KPPU.”
Dalam persaingan usaha, terdapat aturan-aturan yang melarang berbagai tindakan yang tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun salah satu tindakan yang diatur dalam ketentuan hukum persaingan usaha adalah diskriminasi harga.
Buku Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua yang ditulis oleh Dr. Andi Fahmi Lubis, SE, ME. dkk. pada halaman 60 mendefinisikan diskriminasi harga (price discrimination) sebagai tindakan perusahaan menjual produk atau jasa yang sama dengan harga berbeda ke pembeli berbeda pada waktu yang hampir bersamaan.
Dijelaskan pula bahwa tujuan utama pelaku usaha melakukan diskriminasi adalah untuk mencetak profit dengan angka yang lebih tinggi. Sehingga dengan adanya hal tersebut, maka konsumen tertentu mendapatkan kewajiban untuk harus membayar harga yang lebih tinggi dari konsumen yang lain.
Perlu diketahui, istilah diskriminasi harga harus dibedakan dengan istilah diferensiasi harga.
Dalam Pedoman KPPU tentang Diskriminasi Harga, secara teknis, diferensiasi harga juga memiliki makna serupa dengan diskriminasi harga yakni didefinisikan penjualan komoditas yang sama kepada pembeli yang berbeda dengan harga yang berbeda-beda. Dalam implementasinya, suatu perusahaan bisa saja menerapkan strategi harga yang memiliki karakteristik serupa.
Baca juga: Awas! Menjual Barang Melebihi Harga Tertinggi bisa Kena Sanksi
Sehingga, terdapat empat kondisi suatu strategi harga ditetapkan sebagai diskriminasi harga, yaitu antara lain :
- Penjual/produsen memiliki kekuatan monopolistik (market power) tertentu setidaknya di satu pasar.
- Ada separasi antar pasar yang tidak memungkinkan pembeli melakukan penjualan kembali (no arbitrage).
- Pembeli-pembeli pada pasar-pasar yang berbeda memiliki tingkat permintaan dan elastisitas permintaan yang berbeda-beda.
- Penjual/produsen monopolistik bisa memanfaatkan adanya perbedaan willingness to pay dari tiap-tiap konsumen.
Lebih lanjut, dalam Buku Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua yang ditulis oleh Dr. Andi Fahmi Lubis, SE, ME. dkk. pada halaman 60 juga dijelaskan bahwa terdapat tiga macam bentuk diskriminasi, yaitu:
- Diskriminasi Tingkat Pertama
Diskriminasi tingkat pertama dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda untuk setiap konsumen berdasarkan reservation price (Willingness to Pay) masing-masing konsumen.
Contoh : seorang dokter menerapkan harga yang berbeda kepada pasiennya sesuai kondisi ekonomi dari pasien.
- Diskriminasi Tingkat Kedua
Diskriminasi tingkat kedua ini dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda pada jumlah batch produk yang dijual.
Contoh: adanya perbedaan harga produk per unit pada pembelian grosir dan pembelian eceran.
- Diskriminasi Tingkat Ketiga
Strategi ini dilakukan dengan cara menerapkan harga yang berbeda-beda untuk setiap kelompok/grup konsumen berdasarkan reservation price masing-masing kelompok konsumen. Kelompok konsumen dapat dibedakan atas lokasi geografis, maupun karakteristik konsumen seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lain-lain.
Baca juga: Perbedaan Harga di Label dan Kasir, Mana yang Harus Dipakai?
Jika menelisik lebih lanjut dengan kacamata hukum persaingan usaha, berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) mengatur bahwa:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama“
Perlu diketahui, adanya frasa “perjanjian” di dalam ketentuan tersebut tidak dimaknai sebagai perjanjian baku yang berbentuk tertulis.
Perjanjian dalam hukum persaingan usaha berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 5/1999 dimaknai sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha yang mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Selain itu, unsur perjanjian dalam diskriminasi harga dimaknai sebagai perjanjian antara para pihak yang berbeda dalam hubungan vertikal seperti produsen dengan pembeli, distributor dengan peritel, bukan perjanjian horizontal antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang merupakan kompetitornya.
Kemudian, atas tindakan diskriminasi harga, pelaku usaha dapat terkena sanksi administratif yang diberikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Sanksi administratif yang dapat diperoleh pelaku usaha yang melakukan diskriminasi harga didasarkan pada Pasal 47 ayat (2) huruf a UU 5/1999 yang sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menetapkan bahwa perjanjian diskriminasi harga oleh pelaku usaha dapat dibatalkan oleh KPPU.
Lebih lanjut, sanksi administratif yang telah dijelaskan di atas diimplementasikan dengan adanya perintah dari KPPU untuk penghentian diskriminasi harga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebagai informasi, penerapan sanksi atas pelanggaran ketentuan diskriminasi harga dalam Pasal 6 UU 5/1999 dilakukan secara per se illegal. Artinya, apabila pelaku usaha terbukti bersalah atas tindakan diskriminasi harga, maka pelaku usaha tersebut dapat dikenai sanksi.
Punya Pertanyaan Seputar Legalitas Usaha Anda? Hubungi SmartLegal.id Dengan Menekan Tombol Di Bawah Ini!
Author : Bima Satriojati