Sengketa Merek Mobil Lexus Melawan Pengusaha Asal Indonesia
Smartlegal.id -
“Mobil Lexus melawan Prolexus pengusaha asal Indonesia dapat diambil pelajaran mengenai merek yang mirip tapi beda kelas, apakah dapat didaftarkan?”
Dalam dunia bisnis yang penuh persaingan, merek adalah salah satu aset paling berharga bagi perusahaan. Merek yang kuat dapat menciptakan identitas unik, meningkatkan pengenalan merek, dan, yang paling penting, mendukung pertumbuhan bisnis. Namun, apa yang terjadi ketika dua merek tampaknya serupa namun beroperasi di kelas yang berbeda?
Pertanyaan-pertanyaan ini membawa kita kepada sengketa merek yang menarik antara perusahaan mobil Lexus dan Prolexus.
Merek Lexus dikenal sebagai produsen mobil mewah yang menawarkan kendaraan dengan teknologi terkini dan gaya yang tak tertandingi. Di sisi lain, Prolexus adalah perusahaan yang berfokus pada produk sepatu.
Kendati demikian, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 450K/Pdt.Sus-HKI/2014, perusahaan mobil Lexus harus menerima fakta kekalahannya atas dasar bahwa Prolexus tidak terbukti mendaftarkan mereknya dengan itikad tidak baik. Hal ini utamanya dibuktikan dengan salah satu pendapat hakim yang menyatakan bahwa Prolexus telah terdaftar lebih dahulu pada kelas merek yang berbeda dari Lexus.
Baca juga: Mau Daftar Merek? Pahami Dulu Kelas Merek Biar Ga Ditolak DJKI!
Dalam artikel ini, kita akan menyelidiki perdebatan hukum yang muncul antara Lexus dan Prolexus serta mendalami pertanyaan kunci: apakah merek yang mirip namun berada di kelas yang berbeda dapat didaftarkan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak terus artikel berikut ini!
Merek yang Tidak Dapat Didaftarkan: Mirip dengan Merek Lain
Dalam hal ini, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016) (sebagaimana beberapa ketentuannya diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja), menjelaskan bahwa salah satu alasan suatu merek tidak dapat didaftarkan adalah ketika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
- Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
- Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
- Indikasi Geografis terdaftar.
Secara spesifik, penjelasan Pasal 21 UU 20/16 menjelaskan bahwa suatu merek mempunyai “persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya” ketika merek tersebut memiliki kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dengan merek yang lain.
Dalam hal ini, kemiripan tersebut menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam merek tersebut.
Berikut adalah beberapa contoh kasus di mana pasal ini bisa diterapkan:
- Kemiripan dalam bentuk dan cara penempatan
Contoh: Dua merek yang memiliki logo serupa, dengan gambar atau bentuk yang hampir identik dan ditempatkan di lokasi yang mirip pada produk yang sama atau sejenis. - Kemiripan dalam cara penulisan atau kombinasi unsur
Contoh: Dua merek yang memiliki kata-kata atau huruf-huruf yang serupa, baik dalam penulisan maupun urutan kombinasi mereka. Misalnya, merek “Kokola” dan “Kokula,” yang memiliki kesamaan dalam pengucapan dan penulisan. - Kemiripan dalam persamaan bunyi ucapan
Contoh: Dua merek yang memiliki nama yang hampir identik dalam pengucapan sehingga sulit untuk membedakan mereka saat diucapkan. Misalnya, merek “Coca-Cola” dan “Koka-Kola.” - Kemiripan dalam tampilan keseluruhan
Contoh: Dua merek yang, ketika dilihat secara keseluruhan, memberikan kesan yang sangat mirip meskipun mungkin memiliki perbedaan detail. Ini bisa termasuk penggunaan warna, desain, dan elemen visual lainnya yang membuat keduanya tampak serupa.
Baca juga: Cara Cari Kelas Merek Untuk Pengusaha
Memahami Kelas Merek
Secara sekilas, merek Prolexus dengan Lexus sejatinya dapat memenuhi kriteria merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 21 UU 20/2016. Kendati demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan bagi merek Prolexus untuk dapat mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM.
Di Indonesia, penggunaan merek dagang yang mirip sebenarnya dapat didaftarkan, asalkan keduanya berada dalam kelas merek yang berbeda. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa bagi Pendaftaran Merek (PP 24/1993).
Kelas Merek adalah pengelompokan atas suatu bidang usaha yang dijalankan oleh sebuah merek dan berperan sebagai pembatas hak terhadap penggunaan sebuah merek. Adapun berdasarkan PP 24/1993, terdapat 45 kelas barang dan jasa yang berbeda yakni:
Kelas Barang
- Kelas 1-5: Kimia dan produk kimia
- Kelas 6-14: Logam dan produk logam
- Kelas 15-21: Produk teknologi
- Kelas 22-27: Tekstil dan barang-barang terkait
- Kelas 28: Mainan, olahraga, dan permainan dewasa
- Kelas 29-34: Makanan, minuman, dan produk tembakau
Kelas Jasa
- Kelas 35: Periklanan, manajemen bisnis, dan administrasi
- Kelas 36: Asuransi, keuangan, dan real estate
- Kelas 37: Konstruksi, perbaikan, dan instalasi
- Kelas 38: Telekomunikasi
- Kelas 39: Transportasi dan perjalanan
- Kelas 40: Penanganan material
- Kelas 41: Pendidikan, hiburan, olahraga, dan seni
- Kelas 42: Penelitian dan teknologi
- Kelas 43: Makanan dan minuman
- Kelas 44: Kesehatan dan medis
- Kelas 45: Hukum dan keamanan
Dalam proses pendaftaran merek, pemohon nantinya diwajibkan untuk menentukan kelas merek yang akan digunakan untuk mereknya tersebut.
Mengetahui Jenis Barang dan/atau Jasa suatu Merek
Adapun selain melihat pada kelas mereknya, antara merek Lexus dengan Prolexus sejatinya juga terdapat perbedaan yang mendasar yakni berkaitan dengan jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkannya. Untuk menentukan apakah antara satu merek dengan merek lainnya memiliki kesamaan jenis barang dan/atau jasa, maka hal ini dapat mengacu pada kriteria yang tertuang di Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (Permenkumham 67/2016).
Kriteria yang dimaksud tersebut, diantaranya (Ps. 17 ayat (2) Permenkumham 67/2016):
- Sifat dari barang dan/atau jasa;
- Tujuan dan metode penggunaan barang;
- Komplementaritas barang dan/atau jasa;
- Kompetisi barang dan/atau jasa;
- Saluran distribusi barang dan/atau jasa;
- Konsumen yang relevan; atau
- Asal produksi barang dan/atau jasa.
Belajar dari kasus Lexus melawan Prolexus, selama suatu merek yang memiliki kemiripan didaftarkan pada kelas yang berbeda serta terhadap kedua merek tersebut tidak memiliki kesamaan jenis barang dan/atau jasa, maka permohonan pendaftaran merek tersebut dapat saja untuk diterima oleh DJKI.
Cemas merek Anda ditolak karena mirip dengan merek mirip orang lain? Konsultasikan saja dengan Smartlegal.id. kami dapat dengan senang hati membantu Anda melalui tombol yang tersedia di bawah ini.
Author: Adhityo Adyahardiyanto
Editor: Dwiki Julio