Sistem Bagi Hasil Sebagai Alternatif dalam Pembagian Keuntungan Usaha

Smartlegal.id -
Bagi hasil

Sistem bagi hasil dijalankan dengan prinsip syariah yang tidak menerapkan bunga pada pinjaman yang diberikan

Dalam menjalankan kegiatan usaha, tak jarang para pengusaha memerlukan bantuan berupa pinjaman untuk menambah modal usahanya. Pinjaman tersebut dapat diperoleh salah satunya dari bank atau sistem perbankan.

Umumnya, di Indonesia mengenal 2 mekanisme yang berbeda terkait dengan sistem perbankan. Adapun 2 mekanisme yang dimaksud meliputi sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.

Secara garis besar, salah satu perbedaan yang paling mencolok dari 2 sistem perbankan ini adalah bahwa pada sistem perbankan konvensional menerapkan sistem bunga pada pinjaman/modal yang diberikan. Sementara pada sistem perbankan syariah, dikenal sistem bagi hasil (mudharabah).

Mengacu pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah) ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan perbankan konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional. Pada sistem perbankan ini, terdapat 2 jenis bank yang meliputi Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.

Baca juga: Mengenal Bisnis Kemitraan Dan Beragam Keuntungannya

Adapun yang dimaksud dengan Bank Umum Konvensional adalah bank konvensional yang berfungsi untuk memberikan jasa dalam kegiatan lalu lintas pembayaran. Sementara itu, yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank konvensional yang tidak memberikan jasa dalam kegiatan lalu lintas pembayaran (Pasal 1 angka 5 dan 6 UU Perbankan Syariah).

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Perbankan Syariah dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan kegiatan usahanya didasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Seperti halnya bank konvensional, bank syariah terdiri dari 2 jenis yang meliputi Bank Umum Syariah (memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran) (Pasal 1 angka 8 dan 9 UU Perbankan Syariah).

Lantas mengapa bank syariah dapat dijadikan alternatif bagi para pengusaha di Indonesia? Sesuai dengan namanya, bank syariah merupakan sistem perbankan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan kegiatannya baik itu dalam memberikan jasa pada lalu lintas pembayaran atau tidak.

Adapun yang dimaksud dengan prinsip-prinsip syariah, yakni prinsip-prinsip yang didasarkan pada hukum Islam. Pada sistem perbankan ini, kegiatan perbankan dijalankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (Pasal 1 angka 12 UU Perbankan Syariah).

Kegiatan perbankan yang dimaksud seperti penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya. Untuk pembiayaan kegiatan usaha, salah satunya dilakukan prinsip sistem bagi hasil (mudharabah).

Baca juga: 10 Bentuk Kerjasama Kemitraan Untuk UMKM

Selain terbebas dari beban bunga, salah satu keuntungan yang diperoleh pengusaha (untuk pengusaha muslim) dengan memanfaatkan sistem bagi hasil adalah kegiatan usaha yang dijalankan lebih sesuai dengan hukum Islam. Karena pada umumnya, kegiatan usaha yang dijalankan dengan memanfaatkan sistem ini, tidak mengandung unsur-unsur:  

  1. Riba, yakni penambahan pendapatan secara tidak sah;
  2. Maisir, yakni transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; dan
  3. Gharar, yakni suatu transaksi dengan objek yang tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan (Penjelasan Pasal 2 UU Perbankan Syariah).

Meski demikian, para pengusaha non-muslim pun juga dapat memanfaatkan sistem perbankan ini untuk menghindari hal-hal yang disebutkan diatas dalam menjalankan usahanya. Secara garis besar, sistem bagi hasil dijalankan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi;
  2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh;
  3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, sehingga apabila pengusaha tidak mendapatkan keuntungan, maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak;
  4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Sementara itu, terdapat beberapa skema yang digunakan dalam sistem bagi hasil yang meliputi:

  1. Profit sharing, yakni pelaksanaan sistem bagi hasil yang dilakukan dengan berbagi keuntungan yang didapat dari suatu usaha. Keuntungan yang dimaksud berupa selisih antara pendapatan dari usaha setelah dikurangi biaya lainnya (laba bersih);
  2. Gross profit sharing, yakni pelaksanaan sistem bagi hasil yang dilakukan dengan membagikan keuntungan laba kotor dari usaha;
  3. Revenue sharing, yakni pelaksanaan sistem bagi hasil dengan menggunakan pendapatan usaha saja sebagai dasar penghitungan bagi hasil.

Sedangkan, bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dapat menjalankan pola kemitraan bagi hasil sebagai pelaksana usaha yang dibiayai atau dimiliki oleh usaha besar. Pelaku usaha menengah sendiri juga dapat berperan sebagai pemodal atau pemilik dari usaha yang dijalankan oleh usaha mikro atau kecil berkedudukan sebagai pelaksana usaha (Pasal 113 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP UMKM)).

Setiap pelaku usaha tersebut, dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat. Sementara itu, untuk pembagian keuntungan atau kerugian dilakukan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati para mitra dengan pola bagi hasil (Pasal 113 ayat (2) dan (3) PP UMKM).

Secara garis besar, kegiatan usaha yang dilakukan dengan memanfaatkan perbankan syariah memang cenderung lebih transparan serta terbebas dari bayang-bayang beban bunga yang didapat dari setiap pinjaman yang diperoleh. Namun, di sisi lain baik nasabah maupun pihak bank perlu lebih waspada dalam menjalankan kegiatan usaha dengan sistem ini karena pengawasan yang cenderung lebih minim, sehingga memudahkan munculnya pihak-pihak yang beritikad kurang baik dalam kegiatan perbankan.

Bingung dengan kemitraan dan ketentuan hukum yang berlaku? Jangan sampai usaha Anda harus berhenti karena terjerat kasus hukum. Bingung dengan ketentuan hukum yang berlaku? Konsultasikan saja dengan Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini. 

Author: Muhammad Fa’iz Nur Abshar

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY