Mengenal Perbedaan PKP dan Non PKP Beserta Keuntungan dan Kerugiannya
Smartlegal.id -

“Perbedaan PKP dan Non PKP mempengaruhi kewajiban pajak dan keuntungan yang diterima. Pemahaman tentang perbedaan ini penting untuk memastikan kepatuhan pajak dan memaksimalkan potensi perusahaan.”
Sebagai pengusaha, memahami status perpajakan perusahaan adalah langkah penting dalam menjalankan bisnis di Indonesia. Pajak merupakan salah satu aspek yang harus dipatuhi pelaku usaha dalam hal tidak melakukan kewajiban tersebut terdapat beberapa sanksi yang siap menanti.
Salah satu aspek yang sering menjadi perhatian adalah status Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non-PKP. Status ini menentukan kewajiban perpajakan, terutama terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta memiliki dampak langsung pada operasional bisnis Anda.
Artikel ini akan membahas perbedaan, keuntungan, dan kerugian dari perusahaan PKP dan Non-PKP.
Pengertian PKP dan Non-PKP
Pengertian PKP
Menurut Pasal 1 ayat (15) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU 42/2009), PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
Pengusaha Non-PKP
Sementara itu, Non-PKP merujuk pada pengusaha atau perusahaan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP. Non-PKP biasanya terdiri dari pengusaha kecil dengan omzet tahunan di bawah Rp 4,8 miliar atau mereka yang memilih untuk tidak mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
Kriteria Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PMK 197/2013), berikut adalah kriteria pengusaha yang wajib atau dapat menjadi PKP:
- Omzet Melebihi Rp 4,8 Miliar per Tahun, pengusaha yang memiliki omzet di atas batas ini diwajibkan mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
- Pengusaha Sukarela Menjadi PKP, pengusaha kecil dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, misalnya untuk meningkatkan kredibilitas atau memenuhi persyaratan tender tertentu.
- Pengusaha di Sektor Ekspor, pengusaha yang bergerak di bidang ekspor barang/jasa kena pajak juga dapat menjadi PKP untuk mengakses fasilitas perpajakan tertentu.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, kriteria pengusaha yang menjadi PKP adalah :
- Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)
- Pengusaha yang melakukan ekspor BKP, JKP, atau BKP tidak berwujud, termasuk hak kekayaan intelektual seperti hak cipta.
Perbedaan PKP dan Non-PKP
Aspek | PKP | Non-PKP |
Pungutan PPN | Wajib memungut PPN atas penyerahan BKP/JKP | Tidak memungut PPN |
Faktur Pajak | Wajib menerbitkan faktur pajak | Tidak dapat menerbitkan pajak |
Laporan Pajak | Harus melaporkan SPT Masa PPN setiap bulan | Tidak memiliki kewajiban SPT Masa PPN |
Pengkreditan Pajak | Dapat mengkreditkan pajak masukan | Tidak dapat mengkreditkan pajak masukan |
Administrasi Perpajakan | Membutuhkan pembukuan yang lebih kompleks | Administrasi perpajakan lebih sederhana |
Keuntungan dan Kerugian Menjadi PKP
Keuntungan
- Dapat Mengkreditkan Pajak Masukan, pajak yang dibayarkan untuk pembelian BKP/JKP dapat dikreditkan, sehingga mengurangi beban pajak.
- Peningkatan Kredibilitas Bisnis, perusahaan PKP sering dianggap lebih terpercaya, terutama oleh mitra bisnis yang juga berstatus PKP.
- Memenuhi Syarat Tender Pemerintah atau BUMN, banyak proyek pemerintah atau BUMN mensyaratkan peserta tender untuk berstatus PKP.
- Mendukung Ekspansi Bisnis, PKP lebih fleksibel dalam bekerja sama dengan perusahaan besar atau internasional, terutama untuk ekspor.
Kerugian
- Beban Administrasi Lebih Kompleks, PKP harus membuat pembukuan khusus untuk PPN sebesar 10% dari harga jual, melaporkan SPT Masa PPN, dan memastikan penerbitan Faktur Pajak yang benar
- Potensi Kenaikan Harga Jual, dengan adanya PPN, harga jual barang/jasa kena pajak dapat meningkat, yang mungkin berdampak pada daya saing di pasar tertentu.
- Risiko Sanksi, kesalahan dalam pemungutan, penyetoran, atau pelaporan PPN dapat dikenakan sanksi administratif atau denda oleh DJP.
Keuntungan dan Kerugian Non-PKP
Keuntungan
- Administrasi Sederhana, non-PKP tidak perlu mengelola pembukuan atau laporan terkait PPN, sehingga administrasi lebih sederhana.
- Fleksibilitas Harga Jual, tanpa tambahan PPN, harga jual barang atau jasa dapat lebih kompetitif.
- Cocok untuk Usaha Kecil, status non-PKP lebih sesuai untuk pengusaha kecil yang baru memulai bisnis dan belum memiliki sumber daya untuk mengelola administrasi pajak yang rumit.
Kerugian
- Tidak Bisa Mengkreditkan Pajak Masukan, non-PKP tidak dapat mengkreditkan pajak yang dibayarkan atas pembelian BKP/JKP, sehingga beban pajak bisa lebih tinggi.
- Terbatas pada Peluang Bisnis, beberapa mitra bisnis atau proyek besar mungkin mensyaratkan perusahaan PKP, sehingga non-PKP dapat kehilangan peluang kerja sama.
Kapan Sebaiknya Menjadi PKP?
Perusahaan sebaiknya memilih untuk menjadi PKP apabila:
- Omzet tahunan telah mencapai atau melebihi Rp4,8 miliar.
- Sering bekerja sama dengan pemerintah, BUMN, atau perusahaan besar.
- Memiliki rencana pengembangan usaha yang membutuhkan pengenaan PPN.
Namun, jika perusahaan masih dalam tahap awal atau omzetnya belum signifikan, Non-PKP dapat menjadi pilihan yang lebih sederhana dari segi administrasi.
Bagaimana Cara Mengubah Status dari Non PKP ke PKP?
Non PKP dapat mendaftar menjadi PKP dengan mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Proses ini melibatkan pengisian formulir dan penyertaan dokumen pendukung seperti:
- Akta pendirian perusahaan.
- Nomor Induk Berusaha (NIB).
- Laporan omzet tahunan.
Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024), pengusaha bahkan dapat menggunakan virtual office untuk mengajukan status PKP.
Hal ini memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memenuhi persyaratan pajak tanpa hambatan lokasi.
Sanksi atas Ketidakpatuhan
Baik PKP maupun Non PKP yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan dapat dikenai sanksi administratif dan pidana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 28/2007).
- Sanksi Administratif (Denda atas keterlambatan melapor dan bunga atas keterlambatan pembayaran) (Pasal 14 ayat (1) huruf c, d dan e dan Pasal 14 ayat (4) UU 28/2007).
- Sanksi Pidana (Penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal 4 kali pajak terutang untuk pelanggaran seperti pemalsuan dokumen atau manipulasi data pajak) (Pasal 39A UU 28/2007).
Memahami perbedaan antara perusahaan PKP dan Non-PKP sangat penting untuk memastikan bisnis Anda berjalan sesuai peraturan perpajakan di Indonesia.
Keputusan untuk menjadi PKP atau tetap Non-PKP harus mempertimbangkan omzet, kebutuhan operasional, dan strategi bisnis Anda ke depan.
Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan kami di Smartlegal.id untuk memastikan status perpajakan perusahaan Anda dan mendapatkan solusi yang tepat! Hubungi kami sekarang juga!
Author: Aulina Nadhira
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi
https://www.online-pajak.com/tentang-pph-final/perbedaan-pkp-dan-non-pkp
https://www.pajak.go.id/id/artikel/apakah-anda-termasuk-pengusaha-kena-pajak