Hati-Hati! Nekat Menayangkan Film Tidak Lulus Sensor Bisa Kena Pidana
Smartlegal.id -
“Pemilik atau pemegang hak cipta film atau iklan film wajib mendaftarkan filmnya untuk memperoleh STLS.”
Pada awal tahun 2021, Lembaga Sensor Film (LSF) menerima pendaftaran sensor dari 37.954 judul tayangan televisi sebelum tayangan tersebut dapat diedarkan dan dipertunjukkan kepada masyarakat. Hal ini karena, semua tayangan di televisi kecuali berita dan siaran langsung harus mengantongi surat tanda lulus sensor dari LSF untuk dapat dipertunjukkan dan diedarkan ke masyarakat umum.
Apa itu surat tanda lulus sensor?
Surat tanda lulus sensor (STLS) adalah surat yang diterbitkan oleh LSF untuk setiap film dan iklan film yang akan beredar dan/atau dipertunjukkan (Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran (Permendikbud 14/2019).
Nah, STLS wajib dimiliki oleh setiap film dan iklan film yang akan beredar dan/atau dipertunjukkan (Pasal 2 ayat 1 Permendikbud 14/2019). STLS ini diterbitkan setelah LSF melakukan penyensoran terhadap hal-hal berikut (Pasal 2 ayat (2) Permendikbud 14/2019):
- Penelitian dan penilaian dari tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan;
- Penentuan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan dan/atau dipertunjukkan ;
- Penentuan penggolongan usia penonton.
Baca juga: Jenis-Jenis Usaha Perfilman
Perlu diketahui, terdapat perbedaan antara film dan iklan film, loh!
Film
Film adalah hasil akhir produksi film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada masyarakat umum. Film terdiri atas (Pasal 3 ayat (2) Permendikbud 14/2019):
- Film cerita (film yang mengandung cerita); dan
- Film non cerita (film yang berisi penyampaian informasi).
Iklan film
Iklan film adalah hasil akhir produksi iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada masyarakat umum. Iklan film terdiri atas (Pasal 3 ayat (5) Permendikbud 14/2019):
- Poster;
- Still Photo;
- Slide;
- Klise;
- Thriller;
- Banner;
- Pamflet;
- Brosur;
- Baliho;
- Spanduk;
- Folder;
- Plakat; dan
- Sarana publikasi dan promosi lainnya.
Baca juga: Ingin Usaha Di Bidang Perfilman? Pahami Dulu Perizinan Terbarunya Sumber: Informasi Hukum
Dalam melakukan penyensoran, LSF melihat hal-hal berikut dari isi film dan iklan film (Pasal 8 Permendikbud 14/2019):
- Kekerasan, perjudian, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
- Pornografi;
- Suku, ras, kelompok, dan/atau golongan;
- Agama;
- Hukum;
- Harkat dan martabat manusia; dan
- Usia penonton film.
Tentunya, hal ini sejalan dengan unsur-unsur yang dilarang dalam kegiatan perfilman. Diantaranya (Pasal 6 Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman (UU Perfilman)):
- Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
- Menonjolkan pornografi;
- Memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, dan/atau antargolongan;
- Menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama;
- Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; dan/atau
- Merendahkan harkat dan martabat manusia.
Bagaimana cara mendapatkan STLS?
Pemilik atau pemegang hak cipta wajib mendaftarkan film atau iklan filmnya ke sekretariat LSF. Hal ini dapat dilakukan secara offline maupun online. (Pasal 23 ayat (1) dan (2) Permendikbud 14/2019). Selanjutnya, pendaftar wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut (Pasal 23 ayat (3) Permendikbud 14/2019):
- Mengisi formulir pendaftaran;
- Menyampaikan materi dan sinopsis film atau iklan film sesuai yang tercantum dalam surat tanda pemberitahuan pembuatan film;
- Membayar biaya sensor sesuai ketentuan; dan
- Melampirkan surat tanda pemberitahuan pembuatan film (bagi pelaku usaha pembuatan film) atau surat rekomendasi impor film (bagi pelaku usaha impor film).
Setelah LSF melakukan penyensoran, hasilnya dapat berupa (Pasal 25 ayat (1) Permendikbud 14/2019):
- Lulus sensor (film dan iklan film yang memenuhi kriteria penyensoran);
- Tidak lulus sensor (film dan iklan film yang tidak memenuhi kriteria penyensoran).
Bagi film dan iklan film yang dinyatakan lulus sensor, maka LSF menerbitkan STLS (Pasal 26 ayat (1) Permendikbud 14/2019). Setelah mengantongi STLS, pelaku pertunjukan film wajib memberitahukan bahwa filmnya telah lulus sensor pada saat ia menampilkan pertunjukan (Pasal 27 ayat (1) Permendikbud 14/2019).
Pelaku usaha penjualan dan penyewaan film juga wajib membuat pengumuman film yang bersangkutan telah lulus sensor serta mencantumkan penggolongan usia penonton pada materi publikasi dan sampul kemasan (Pasal 27 ayat (1) Permendikbud 14/2019).
Apabila film dan iklan film dinyatakan tidak lulus sensor, maka pemilik dapat mengajukan perbaikan kepada LSF paling banyak 3 kali (Pasal 25 ayat (5) Permendikbud 14/2019).
Sanksi bagi yang melanggar
Bagi pihak yang mengedarkan film dan iklan film tanpa mengantongi STLS dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi ini diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang mengubah beberapa ketentuan dari UU Perfilman.
Pasal 65 angka 4 UU Ciptaker menyebutkan bahwa sanksi administratif tersebut dapat berupa:
- Teguran tertulis;
- Denda administratif;
- Penutupan sementara; dan/atau
- Pembubaran atau pencabutan perizinan berusaha
Baca juga: Hobi Merekam Film di Media Sosial? Awas Sanksi Pidana Menanti Anda!
Selain itu, sanksi pidana dikenakan kepada setiap orang yang sengaja mengedarkan, menjual, menyewakan atau mempertunjukkan film tanpa lulus sensor kepada masyarakat umum. Padahal, patut diduga isinya mengandung unsur larangan dalam kegiatan perfilman. Sanksinya berupa pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar (Pasal 80 UU Perfilman).
Bingung dengan ketentuan legalitas usaha anda? Atau ingin mengurus perizinan usaha tanpa ribet-ribet? Serahkan saja kepada kami. Hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini agar kami bisa bantuin bisnismu jadi legal.
Author: Annisaa Azzahra