OJK Cabut 15 BPR dan BPRS, Bagaimana Ketentuan Izinnya?

Smartlegal.id -
BPR dan BPRS

“Dalam mencegah pencabutan izin BPR dan BPRS, bank harus mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk modal minimum, manajemen risiko yang baik, dan prinsip kehati-hatian.”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mencabut izin usaha 15 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Pencabutan ini dilakukan karena pelanggaran terhadap ketentuan OJK, terutama terkait aspek kesehatan bank dan manajemen risiko. 

Pencabutan izin oleh OJK dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi nasabah dari potensi kerugian lebih lanjut.

Pencabutan 15 BPR dan BPRS Oleh OJK

OJK memiliki kewenangan untuk mencabut izin usaha bank yang melanggar ketentuan hukum, seperti pengelolaan keuangan yang tidak sehat atau pelanggaran prinsip kehati-hatian.

Selain itu OJK juga dapat mencabut izin jika bank tidak memenuhi ketentuan minimum modal atau jika pelanggaran berulang terjadi.

Pencabutan dapat dilakukan setelah peringatan dan sanksi diberikan. Pencabutan izin bukanlah tindakan pertama, namun merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya penyelesaian.

Beberapa penyebab umum pencabutan izin termasuk ketidakmampuan bank untuk mempertahankan tingkat modal minimum, melanggar rasio kecukupan modal, atau ketidakmampuan memenuhi kewajiban kepada nasabah.

Selain itu penyebab pencabutannya adalah sebagai berikut:

  1. Modal minimum tidak tercapai: Bank yang gagal memenuhi persyaratan modal minimum dapat menjadi sasaran pencabutan izin.
  2. Pengelolaan yang tidak sehat: Praktik bisnis yang buruk, seperti pengelolaan risiko yang lemah, juga menjadi alasan pencabutan izin.
  3. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan OJK: Pelanggaran berulang terhadap regulasi OJK dapat memicu pencabutan izin.

Dilansir dari CNBC (13/10/2024), nama-nama bank yang dicabut izin usahanya oleh OJK adalah:

  1. PT BPR Nature Primadana Capital
  2. PT BPR Sumber Artha Waru Agung Sidoarjo
  3. PT BPR Lubuk Raya Mandiri
  4. PT BPR Bank Jepara Artha
  5. Serta BPR dan BPRS lainnya.

Baca Juga: Laku Pandai: Peluang Usaha untuk Jadi Agen Bank, Cek Legalitasnya!

Ketentuan Izin Usaha BPR dan BPRS Menurut OJK

BPR dan BPRS memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian masyarakat di daerah, terutama dalam hal pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.

Namun, agar dapat menjalankan operasinya, BPR dan BPRS harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh OJK, terutama terkait perizinan usaha.

Pendirian BPR dan BPRS terdapat di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (Peraturan OJK 7/2024).

Pasal 2 ayat (1) Peraturan OJK 7/2024 menyebutkan bahwa pendirian BPR dan BPRS berdasarkan:

  1. Permohonan oleh calon Pemegang Saham Pengendali (PSP)
  2. Perubahan izin usaha Bank Umum Konvensional (BUK) menjadi BPR dan BPR Syariah
  3. Perubahan izin usaha Bank Umum Syariah (BUS) menjadi BPR Syariah
  4. Perubahan izin usaha BPR menjadi BPR Syariah
  5. Perubahan izin usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM) menjadi BPR atau BPR Syariah.

Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan OJK 7/2024 disebutkan BPR atau BPR Syariah melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin usaha dari OJK. Pasal 5 Peraturan OJK 7/2024 bahwa BPR atau BPR Syariah harus memiliki anggaran dasar yang memenuhi persyaratan. 

Setiap BPR dan BPRS wajib memiliki modal inti yang cukup untuk menjaga kesehatan keuangannya. Jika modal inti ini tidak terpenuhi, OJK dapat memberikan peringatan hingga pencabutan izin usaha.

Pasal 6 ayat (1) Peraturan OJK 7/2024  mengenai modal disetor pendirian BPR paling sedikit:

  1. Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di zona 1;
  2. Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di zona 2; dan
  3. Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di zona 3.

Sedangkan Modal disetor pendirian BPRS paling sedikit: (Pasal 6 ayat (2) Peraturan OJK 7/2024)

  1. Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah), bagi BPR Syariah yang didirikan di zona 1;
  2. Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah), bagi BPR Syariah yang didirikan di zona 2; dan
  3. Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), bagi BPR Syariah yang didirikan di zona 3.

Adapun pembagian zona ditentukan  berdasarkan potensi ekonomi dan tingkat persaingan lembaga jasa keuangan di wilayah provinsi yang tercantum pada Lampiran Bagian A (Pasal 6 ayat (5) dan (6) Peraturan OJK 7/2024).

Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK 7/2024, untuk modal disetor pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib digunakan untuk modal kerja paling sedikit 50% (lima puluh persen).

Pasal 8 Peraturan OJK 7/2024 menyebutkan bahwa pendirian BPR atau BPR Syariah dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu: 

  1. Persetujuan prinsip
  2. Izin usaha

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/POJK.03/2016 Tahun 2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (POJK 4/POJK.03/2016), OJK menilai kesehatan BPR dan BPRS secara berkala.

Jika ditemukan masalah kesehatan yang serius dan berulang, OJK dapat mencabut izin usaha bank tersebut. Selain itu BPR dan BPRS juga diwajibkan untuk menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 

Pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian ini dapat menyebabkan kerugian bagi nasabah dan pihak lain yang terlibat, yang pada akhirnya memicu tindakan tegas dari OJK berupa pencabutan izin usaha.

Baca Juga: Banyak Bank Lakukan Spin-Off Syariah, Apa Saja Ketentuannya?

Dampak Pencabutan Izin Usaha

Pencabutan izin usaha berdampak langsung pada likuidasi bank yang bersangkutan, yang berarti bank harus menghentikan seluruh operasionalnya. 

Nasabah yang memiliki simpanan di bank tersebut akan mendapatkan perlindungan melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang akan mengganti dana nasabah sesuai ketentuan yang berlaku. 

Namun, proses ini bisa memakan waktu, sehingga sangat penting bagi nasabah untuk segera menindaklanjuti informasi pencabutan izin bank yang mereka gunakan.

Pencabutan izin usaha oleh OJK merupakan langkah penting dalam menjaga stabilitas sektor perbankan, terutama dalam memastikan bahwa BPR dan BPRS yang beroperasi memenuhi standar kesehatan keuangan yang ditetapkan. 

Khawatir pendirian BPR atau BPRS tidak berjalan lancar? Jangan Khawatir hubungi kami Smartlegal.id telah berpengalaman dalam menangani berbagai urusan hukum untuk usaha anda. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini.

Author: Aulina Nadhira

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?