Ini Kriteria Narapidana yang Berhak Dapat Pembebasan Bersyarat
Smartlegal.id -
Rencana pembebasan narapidana kasus penggerak terorisme, Abu Bakar Ba’asyir, yang dipilih oleh Presiden Jokowi menjadi perhatian publik di awal tahun 2019 ini. Sebelumnya keluarga dan kuasa hukum Ba’asyir sudah mengajukan pembebasan bersyarat untuknya, namun Ba’asyir menolak menandatangani pernyataan kesetiaan kepada Pancasila. Meski demikian, Presiden Jokowi menyetujui pembebasan tanpa syarat atas dasar rasa kemanusiaan karena kondisi kesehatan dan usia Ba’asyir.
Sebenarnya apa saja persyaratan dari Pembebasan Bersyarat yang harus dipenuhi? Apakah persyaratan tersebut dapat dikesampingkan?
Pembebasan Bersyarat
KUHP telah mengatur adanya kemungkinan narapidana tidak menjalani pidana penjara sampai selesai pada waktunya. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP sebagai berikut:
“Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana….”
Selanjutnya syarat pemberian Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana diatur pada Pasal 82 sampai Pasal 88 Permenkumham No. 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Pembebasan Bersyarat dapat diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat-syarat berikut ini:
- Telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan.
- Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
- Telah mengikuti program pembinaan (asimilasi) yang diterima oleh masyarakat seperti kegiatan pendidikan, latihan keterampilan, atau kerja sosial pada lembaga sosial dengan baik, tekun, dan bersemangat.
- Bagi narapidana terkait terorisme, korupsi, narkotika, kejahatan kemanan negara, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional harus telah menjalani asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.
- Bagi narapidana terkait terorisme, korupsi, narkotika, kejahatan kemanan negara, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional, harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.
- Bagi narapidana terorisme, harus menyatakan secara tertulis ikrar kesetiaan kepada NKRI atau tidak akan mengulangi perbuatannya bagi Narapidana WNA.
- Bagi narapidana terorisme, harus telah mengikuti Program Deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
- Bagi Narapidana korupsi, harus telah membayar lunas denda dan/atau uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Semua syarat-syarat di atas dibuktikan dengan kelengkapan dokumen yang dimuat dalam Pasal 83 dan Pasal 87 Permenkumham No. 3 Tahun 2018 tersebut.
Di luar pembebasan bersyarat dengan ketentuan di atas, pembebasan tanpa syarat dimungkinkan melalui cara permohonan pemberian grasi yang diatur dalam UU No 22 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2010 ataupun amnesti yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945.
Keduanya merupakan hak prerogatif Presiden. Pemberian grasi tersebut harus berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung. Sedangkan untuk amnesti harus atas pertimbangan DPR. Pertimbangan harus dilakukan secara komprehensif baik dari aspek hukumnya sampai akibat yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Anda mempunyai pertanyaan hukum? Ajukan ke [email protected]
Author: Fahira Nabila