Adakah Sanksi Hukum Jika Kontrak Tidak Dapat Dijalankan Akibat Kebijakan Terkait Virus Corona?
Smartlegal.id -
“Jika suatu hari anda atau perusahaan anda tidak dapat melaksanakan kontrak karena terhambat virus corona, anda punya alasan untuk tidak ganti rugi, atau membayar bunga”.
Corona atau Covid-19 terjadi begitu masif dan menyebar secara global. Indonesia termasuk “belakangan” terjangkit corona. Sampai 12 Maret 2020, sudah 2 orang yang meninggal karena corona di Indonesia. Badan Intelejen Negara (BIN) memperkirakan, puncak kasus corona masih akan terjadi pada Mei 2020 mendatang.
Melihat cara-cara negara lain mengantisipasi penyebaran corona, pemerintah melarang keluar rumah. Seperti yang terjadi di Italia, Singapura, Cina serta negara-negara lain. Akibatnya, warga di negara-negara tersebut tidak bisa pergi ke sekolah, tempat wisata hingga bekerja di kantor. Tidak tertutup kemungkinan kebijakan serupa juga akan diterapkan di Indonesia.
Larangan keluar rumah termasuk pergi ke kantor berpotensi menimbulkan masalah. Tidak semua jenis pekerjaan bisa dikerjakan di rumah oleh karyawan. Akibatnya, kinerja perusahaan akan terganggu dan tentu akan menghambat target perusahaan. Yang menjadi masalah adalah ketika suatu perusahaan terikat perjanjian dengan pihak lain. Suatu perusahaan berpotensi melanggar kontrak, karena pekerjaan tidak selesai atau terlambat.
Menurut Pasal 1244 dan 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga jika ia terlambat atau tidak melaksanakan kontrak. Hukuman tersebut tidak berlaku jika ia dapat membuktikan adanya sesuatu yang tidak terduga, keadaan memaksa, atau terjadi sesuatu yang kebetulan sehingga ia terlambat/tidak dapat melaksanakan perjanjian/kontrak.
Hal tersebut biasa disebut dengan force majeure atau keadaan kahar. Berbeda dengan wanprestasi, tidak terlaksananya atau terlambatnya pelaksanaan kewajiban dalam force majeure bukan disebabkan kelalaian, melainkan karena adanya keadaan atau peristiwa di luar kendali para pihak dalam perjanjian.
Terdapat persyaratan sehingga suatu kejadian dapat disebut sebagai force majeure, antara lain:
- Tidak terduga oleh para pihak.
- Tidak dapat dipertanggung jawabkan.
- Bukan merupakan kesalahan para pihak.
- Tidak ada itikad buruk dari para pihak.
Force majeure bisa berupa bencana alam, perang, huru-hara, kebijakan fiskal maupun moneter pemerintah, wabah penyakit atau pandemi gobal seperti corona. Sehingga jika suatu hari anda atau perusahaan anda tidak dapat melaksanakan kontrak karena terhambat virus corona, anda punya alasan untuk tidak ganti rugi, atau membayar bunga.
Baca juga: Bagaimana Legalitas Kontrak dan Tanda Tangan Elektronik?
Artikel terkait: Perhatikan 5 Hal Berikut Sebelum Membuat Kontrak Bisnis
Punya pertanyaan seputar kontrak, legalitas usaha atau masalah hukum lainnya? Segera hubungi Smartlegal.id. melalui tombol dibawah ini.
Author: M. A. Mukhlishin