Konflik HYBE & ADOR: Bisnis Konsep Multi-label
Smartlegal.id -
“Konsep multi-label bisa diartikan sebagai banyak anak perusahaan dalam naungan satu perusahaan induk.”
Bagi yang menggemari musik pop dari Korea Selatan (K-pop), maka pasti sudah mendengar adanya perseteruan antara HYBE dan Direktur Utama ADOR, Min Heejin.
HYBE merupakan perusahaan agensi musik besar di Korea Selatan yang memiliki banyak anak perusahaan (multi-label). Sementara itu, ADOR adalah salah satu dari anak perusahaan HYBE.
Min Heejin sendiri merupakan orang di balik lahirnya NewJeans, grup musik perempuan yang tengah naik daun di kancah internasional.
Sedangkan, HYBE sebagai label utama (induk perusahaan) telah menghasilkan berbagai grup musik ternama lainnya, sebut saja BTS, TXT, Le Sserafim, dan sebagainya.
Perusahaan raksasa dari BTS dan NewJeans itu kini justru tersandung konflik internal dan tengah menjadi perbincangan publik.
Garis Besar Permasalahan antara HYBE dan ADOR
Awalnya, dilansir dari cnnindonesia.com (27/04/2024), Min Heejin dan eksekutif lainnya dari ADOR dituding tengah mengupayakan pemisahan diri dari label utama (perusahaan induk), yaitu HYBE. Bahkan, hal ini sampai dilaporkan kepada pihak kepolisian.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya temuan dokumen yang pada intinya berisi mengenai rencana perebutan kendali ADOR dari HYBE.
Baca juga: Pembuatan PT Tidak Sah Kalau Belum Diumumkan Di BNRI!
Kemudian, mengutip dari kompas.com (26/04/2024), tudingan meluas bahwa Min Heejin dan pihak-pihaknya membocorkan berbagai informasi internal perusahaan, termasuk rincian kontrak antara ADOR dan HYBE.
Selain itu, dinyatakan pula bahwa informasi pribadi para artis dalam naungan perusahaan juga turut dibocorkan Min Heejin kepada pihak eksternal.
Menanggapi tudingan dari HYBE, Min Heejin pun dengan tegas membantah. Min Heejin justru menuding balik HYBE terkait isu plagiarisme.
Min Heejin menyatakan pada media bahwa anak perusahaan HYBE lainnya, BELIFT LAB, telah meniru konsep NewJeans untuk mendebutkan grup musik perempuan yang baru, yaitu ILLIT.
Menurut Min Heejin, BELIFT LAB menjiplak NewJeans untuk ILLIT dalam banyak aspek, mulai dari konsep koreografi, tata rambut, tata rias, pakaian, hingga materi foto dan video.
Hingga kini, perseteruan antara Min Heejin selaku pemegang ADOR dan Bang Sihyuk selaku pemimpin HYBE masih belum menemukan titik terang.
Hubungan antara HYBE dan ADOR
Sebagaimana telah dirunut di atas, HYBE adalah perusahaan induk yang memiliki banyak label (anak perusahaan).
Anak perusahaan, atau bisa disebut dengan subsidiary company, dari HYBE terdiri dari BIGHIT MUSIC, BELIFT LAB, SOURCE MUSIC, PLEDIS Entertainment, ADOR, dan sebagainya.
Jadi, ADOR merupakan salah satu anak perusahaan yang dinaungi oleh HYBE. Dilansir dari koreatimes.co.kr (11/04/2024), HYBE mendirikan ADOR pada tahun 2021.
Awalnya, HYBE menguasai seluruh saham ADOR. Namun, kini HYBE hanya mengantongi 80% saham ADOR.
Sementara itu, tercatat bahwa Min Heejin memiliki 18% saham ADOR sejak akhir tahun lalu. Sedangkan, 2% sisanya dimiliki oleh eksekutif lainnya.
Kemudian, artis di bawah naungan ADOR sejauh ini hanyalah NewJeans.
Konsep Parent Company dan Subsidiary Company di Indonesia
Dalam hukum yang berlaku di Indonesia, ketentuan mengenai perusahaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007).
Kemudian, beberapa ketentuan dari UU 40/2007 diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU 6/2023).
Dalam kedua peraturan tersebut, tidak dinyatakan secara jelas mengenai definisi dari perusahaan induk dan anak perusahaan.
Namun, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (Perma 13/2016) menyinggung definisi dari perusahaan induk dan perusahaan subsidiari (anak).
Korporasi induk (parent company) adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki dua atau lebih anak perusahaan yang disebut perusahaan subsidiari, yang juga memiliki status badan hukum sendiri (Pasal 1 angka 2 Perma 13/2016).
Sedangkan, perusahaan subsidiari (subsidiary company) atau perusahaan-perusahaan berbadan hukum yang mempunyai hubungan (sister company) adalah perusahaan yang dikontrol atau dimiliki oleh satu perusahaan induk (Pasal 1 angka 3 Perma 13/2016).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun dimiliki perusahaan induk, perusahaan subsidiari (anak perusahaan) tetap harus didirikan secara mandiri. Sebab, perusahaan subsidiari memiliki status badan hukum sendiri.
Peran perusahaan induk dalam pendirian perusahaan subsidiarinya adalah dengan menjadi pemegang saham mayoritasnya.
Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UU 40/2007 yang diubah dengan UU 6/2023, bahwa setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.
Kemudian, perusahaan subsidiari baru bisa menyandang statusnya sebagai badan hukum apabila sudah didaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM dan mendapatkan bukti pendaftaran (Pasal 7 ayat (4) UU 40/2007, sebagaimana diubah oleh UU 6/2023).
Baca juga: Prosedur, Syarat, & Biaya Pendirian PT Perorangan 2023
Secara lebih rinci, pendirian perusahaan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas (Permenkumham 21/2021).
Konsep Dasar Multi-label Suatu Perusahaan di Indonesia
Secara sederhana, konsep multi-label bisa dikatakan sebagai “banyak anak perusahaan dalam satu induk perusahaan”.
Dari gambaran kasus di atas, maka HYBE merupakan perusahaan induk yang menerapkan konsep multi-label.
Sementara itu, di Indonesia juga banyak perusahaan besar yang menerapkan konsep demikian. Salah satu contohnya adalah PT Mayora Indah Tbk.
Sebagai perusahaan induk, PT Mayora Indah Tbk memiliki banyak perusahaan subsidiari (anak perusahaan) di dalamnya. Sebut saja PT Torabika Eka Semesta, PT Sinar Pangan Barat, dan sebagainya.
Lantas, bagaimana tanggung jawab perusahaan induk terhadap perusahaan subsidiari (anak perusahaan)?
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Hukum Perseroan Terbatas (Cetakan ke-6, 2016), antara perusahaan induk dan perusahaan subsidiari (anak perusahaan) tetap berlaku dasar prinsip entitas terpisah (separate entity).
Jadi, prinsip tersebut akhirnya akan sampai pada prinsip tanggung jawab terbatas (limited liability) perusahaan induk sebagai pemegang saham perusahaan subsidiari.
Namun, prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku sepenuhnya apabila perusahaan anak:
- Dimodali oleh perusahaan induk, sehingga anak perusahaan tersebut benar-benar di bawah permodalan parent company (under capitalize). Dalam keadaan under capitalize tersebut, maka perusahaan subsidiari menjadi tidak independen eksistensi ekonomi dan perusahaannya.
- Perusahaan subsidiari tersebut hanya berperan sebagai wakil (agent) untuk melakukan bisnisnya perusahaan induk.
Mau mendirikan PT secara legal tanpa memusingkan segala persyaratan dan tata caranya? Jangan ragu untuk hubungi Smartlegal.id, dengan cara klik tombol di bawah ini.
Author: Bidari Aufa Sinarizqi
Editor: Genies Wisnu Pradana