Mie Gacoan Langgar Hak Cipta Hingga Direktur Jadi Tersangka Kok Bisa?
Smartlegal.id -

“Belajar dari kasus Direktur Mie Gacoan langgar hak cipta hingga jadi tersangka karena tak bayar royalti, penting bagi pelaku usaha memahami kewajiban pembayaran royalti lagu”
Memutar lagu di restoran bukan hanya sekadar hiburan, tapi juga menciptakan suasana nyaman bagi pelanggan. Suasana ini menjadi nilai tambah yang membuat pelanggan betah berlama-lama menikmati waktu di dalam restoran. Pengalaman positif tersebut bahkan mendorong pelanggan untuk kembali datang.
Namun, tidak sedikit pelaku usaha yang belum mengetahui aturan terkait penggunaan lagu dalam bentuk layanan publik untuk kepentingan komersial wajib disertai pembayaran royalti. Royalti ini harus dibayarkan secara resmi melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai ketentuan yang berlaku.
Apabila pelaku usaha melanggar hak cipta dengan tidak membayar royalti lagu, maka dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda. Selain sanksi pidana, pelaku usaha dapat digugat secara perdata untuk ganti rugi.
Hal ini seperti yang dialami oleh Direktur Mie Gacoan Bali yang jadi tersangka akibat melanggar hak cipta. Ia diproses secara hukum karena tak membayar royalti untuk lagu yang diputar di tempat usahanya.
Simak penjelasan selengkapnya dalam artikel berikut untuk memahami kewajiban royalti atas penggunaan lagu di tempat usaha komersial.
Baca juga:Kasus Agnes Monica Digugat Soal Royalti Lagu, Ini Ketentuan Hukumnya!
Kasus yang Menjerat Direktur Mie Gacoan Langgar Hak Cipta di Bali
Polda Bali menetapkan Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta. Ia diduga tidak membayar royalti atas lagu yang diputar di berbagai outlet Mie Gacoan Bali.
Pemutaran lagu dilakukan di lebih dari sepuluh outlet, termasuk kawasan Pakerisan, Renon, Teuku Umar Barat, Gatot Subroto, dan Jimbaran. Lagu diputar sepanjang waktu biasanya saat pelanggan mengantri maupun menikmati makanan di dalam area restoran.
Penetapan tersangka bermula dari laporan masyarakat yang diterima Polda Bali pada Agustus tahun lalu. Pelapor dalam perkara ini adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) bernama Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) sebagai perwakilan pemilik hak terkait. SELMI sebelumnya telah mengirim teguran, sosialisasi, dan mediasi sejak tahun 2022 lalu.
Setelah berbagai upaya damai gagal, pihak SELMI akhirnya melaporkan dugaan pelanggaran kepada kepolisian. Akhirnya, setelah berbagai tahapan laporan dan penyidikan, direktur ditetapkan sebagai tersangka resmi. Penetapan dilakukan Polda Bali berdasarkan bukti kuat atas pelanggaran royalti penggunaan musik komersial.
Tindakan pemutaran lagu secara komersial tidak disertai pembayaran royalti tersebut dinilai merugikan pemilik hak ekonomi atas karya musik tersebut. Jumlah kerugian tersebut ditaksir hingga miliaran rupiah merujuk pada perhitungan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.
Sebenarnya bayar royalti itu ke pencipta atau LKMN sih? Cari tau jawabannya dalam artikel Wajib Tau, Bayar Royalti Lagu Ke Pencipta atau LMKN?
Pelaku Usaha Wajib Membayar Royalti Lagu
Lagu otomatis terlindungi hak cipta tanpa perlu didaftarkan secara resmi terlebih dahulu. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Setiap pemanfaatan secara komersial terhadap lagu wajib memberikan imbalan berupa royalti kepada pemilik hak.
Royalti sendiri merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi dari suatu ciptaan atau hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait (Pasal 1 angka 21 UU Hak Cipta).
Setiap orang yang memanfaatkan lagu untuk layanan publik yang bersifat komersial diwajibkan membayar royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait melalui LMKN (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021)).
Restoran merupakan salah satu bentuk layanan publik secara komersial yang wajib membayar royalti (Pasal 3 ayat (2) huruf b PP 56/2021). Oleh karena itu, pelaku usaha restoran memiliki kewajiban hukum untuk membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang sah. LMK bertindak sebagai perpanjangan tangan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam menyalurkan hak ekonomi pencipta.
Asharyanto Hermanto, Konsultan Kekayaan Intelektual Smartlegal Terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM memberikan pendapatnya:
Memutar lagu di restoran tanpa membayar royalti bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi merupakan pelanggaran hak cipta yang berdampak hukum serius, baik pidana maupun perdata. Kepatuhan terhadap pembayaran royalti adalah bentuk penghormatan terhadap hak ekonomi pencipta dan juga bagian dari tata kelola usaha yang bertanggung jawab.
Pembayaran royalti dilakukan sesuai tarif yang ditetapkan oleh LMKN berdasarkan Keputusan LMKN Nomor: 20160512RKBD/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016. Contohnya, bagi usaha restoran atau kafe, tarif royalti ditetapkan per kursi, yaitu Rp60.000 per kursi per tahun untuk hak cipta dan Rp60.000 per kursi per tahun untuk hak terkait.
Dalam menjalankan usahanya, Direksi bertanggung jawab atas jalannya operasional usaha dan memastikan kepatuhan terhadap kewajiban hukum seperti pembayaran royalti (Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU PT)).
Apabila terjadi pelanggaran hak cipta karena kelalaian membayar royalti, direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian yang timbul (Pasal 97 ayat (3) UU PT).
Pengabaian terhadap kewajiban royalti dianggap sebagai pelanggaran atas hak ekonomi para pemilik ciptaan. Hal ini tidak hanya merugikan pemilik hak, tetapi juga konsekuensi hukum bagi pelaku usaha secara langsung.
Baca juga: Hati-Hati, Gak Bayar Royalti Lagu Bisa Kena Bui!
Sanksi bagi Restoran yang Mengabaikan Pembayaran Royalti Lagu
Restoran yang memutar lagu sebagai bagian dari pengalaman konsumennya wajib menghormati hak ekonomi pencipta lagu. Hak untuk mengumumkan ciptaan, termasuk memutar lagu di ruang publik seperti restoran, merupakan hak eksklusif pemegang hak cipta (Pasal 9 ayat (1) huruf g UU Hak Cipta).
Apabila restoran memutar lagu tanpa izin dari pemilik hak cipta atau tanpa membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), maka hal tersebut termasuk pelanggaran hak ekonomi atas ciptaan.
Berdasarkan Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta, pelanggaran hak ekonomi dengan cara mengumumkan ciptaan tanpa hak dapat dikenakan:
- Pidana penjara paling lama 4 tahun; dan/atau
- Pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain sanksi pidana, pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait dapat menggugat secara perdata guna menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan lagu tanpa izin tersebut (Pasal 99 ayat (1) UU Hak Cipta).
Konsekuensi hukum ini menunjukkan bahwa memutar lagu di tempat usaha bukanlah hal sepele. Restoran sebagai pelaku usaha wajib menghormati hak cipta dengan memastikan seluruh pemakaian musik telah mendapatkan izin resmi dan membayar royalti yang semestinya. Mengabaikan kewajiban ini tidak hanya merugikan pencipta, tetapi juga berisiko merugikan usaha secara hukum dan finansial.
“Memutar lagu tanpa royalti bukan hiburan gratis itu pelanggaran hukum. Lindungi usahamu, hargai karya cipta. Royalti bukan pilihan, tapi kewajiban. Bisnis cerdas taat aturan hak cipta.”
Jangan sampai usaha Anda tersandung hukum hanya karena putar lagu! Belajar dari kasus Direktur Mie Gacoan Bali, pastikan usaha Anda patuh bayar royalti. Konsultasikan kewajiban pembayaran royalti usaha Anda bersama tim ahli Smartlegal.id sekarang!
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi:
https://denpasar.kompas.com/read/2025/07/21/174215178/direktur-mie-gacoan-bali-tersangka-diduga-tak-bayar-royalti-penggunaan-lagu
https://news.republika.co.id/berita/szr1fe393/direktur-mie-gacoan-tersangka-begini-kronologisnya-menurut-pelapor
https://www.detik.com/pop/music/d-8023371/kronologi-direktur-mie-gacoan-jadi-tersangka-pelanggaran-hak-cipta