Aktivitas Fotografer Jalanan Dari Kacamata Hukum: Antara Ekonomi Kreatif dan Pelanggaran Privasi

Smartlegal.id -
Aktivitas Fotografer Jalanan Dari Kacamata Hukum
Freepik/author/pvproductions

“Aktivitas fotografer jalanan dari kacamata hukum menimbulkan risiko pelanggaran privasi. Aktivitas ini menuntut keseimbangan antara kebebasan berkarya dan perlindungan data pribadi subjek foto di ruang publik.”

Tren fotografer jalanan kini menjadi bagian dari dinamika ekonomi kreatif yang menarik perhatian publik. Banyak fotografer memanfaatkan ruang terbuka sebagai tempat untuk menangkap momen spontan yang dianggap memiliki nilai estetika tinggi.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi hobi, tetapi juga peluang ekonomi baru. Foto-foto hasil tangkapan sering dijual, dipamerkan, atau dibagikan di media sosial sebagai bentuk ekspresi kreatif.

Namun, di balik kreativitas tersebut, muncul kekhawatiran dari masyarakat yang merasa privasinya terganggu. Banyak orang merasa tidak nyaman ketika wajah mereka dipotret tanpa izin, apalagi jika kemudian tersebar di internet.

Fenomena ini menimbulkan perdebatan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan privasi individu. Lantas, sejauh mana aktivitas fotografi jalanan dapat disebut sebagai bentuk kreativitas, dan kapan hal itu justru berpotensi melanggar privasi seseorang?

Baca juga: Pentingnya Izin Pemilik Data Pribadi Dalam Kegiatan Bisnis

Aktivitas Fotografer Jalanan Dari Kacamata Hukum, Isu Privasi

Maraknya praktik fotografi di ruang publik belakangan ini memunculkan perdebatan mengenai batas antara kreativitas dan pelanggaran privasi. Banyak fotografer jalanan yang memotret aktivitas masyarakat di tempat umum seperti taman, trotoar, hingga area olahraga, lalu menjual hasil fotonya di platform digital.

Beberapa di antaranya memanfaatkan aplikasi seperti Fotoyu untuk menawarkan foto dengan harga tertentu tanpa sepengetahuan subjek yang difoto. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena wajah seseorang dapat dikategorikan sebagai data pribadi yang tidak boleh disebarkan tanpa persetujuan.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi, menegaskan bahwa kegiatan fotografi di ruang publik tetap perlu memperhatikan etika dan privasi individu. Ia menjelaskan bahwa fotografer yang mengambil gambar tanpa izin dan mempublikasikannya secara komersial dapat dianggap melanggar hak pribadi seseorang.

Fajar Junaedi juga menyoroti munculnya teknologi pengenalan wajah dalam aplikasi fotografi yang dapat mengenali seseorang secara otomatis di ruang publik. Menurutnya, teknologi semacam ini dapat menembus batas privasi karena data wajah seseorang dapat direkam tanpa sepengetahuan mereka.

Fenomena ini menunjukkan bahwa praktik fotografi jalanan kini tidak lagi hanya soal seni dan ekonomi kreatif, tetapi juga menyangkut kesadaran hukum dan tanggung jawab etika di era digital. Setiap fotografer dituntut memahami bahwa di balik satu jepretan kamera, terdapat hak pribadi yang harus tetap dihormati.

Foto Wajah Termasuk Data Pribadi

Dalam praktik fotografi jalanan, pengambilan gambar wajah seseorang sering kali dianggap hal yang biasa. Banyak fotografer memotret aktivitas masyarakat di ruang publik untuk menangkap ekspresi spontan yang dianggap artistik. Namun, perlu dipahami bahwa wajah seseorang bukan sekadar objek visual, melainkan bagian dari data pribadi yang memiliki perlindungan hukum. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), data pribadi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu data pribadi umum dan data pribadi yang bersifat spesifik (Pasal 4 ayat (1) UU PDP).

Data pribadi yang bersifat spesifik memiliki tingkat sensitivitas tinggi karena dapat mengungkap identitas seseorang secara lebih mendalam. Data pribadi spesifik meliputi (Pasal 4 ayat (2) UU PDP):

  1. data dan informasi kesehatan;
  2. data biometrik;
  3. data genetika;
  4. catatan kejahatan;
  5. data anak;
  6. data keuangan pribadi; dan/atau
  7. data lainnya yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Foto wajah termasuk dalam kategori data biometrik. Berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU PDP, data biometrik merupakan data yang berkaitan dengan ciri fisik, fisiologis, atau perilaku individu yang memungkinkan identifikasi unik terhadap seseorang. 

Contohnya meliputi gambar wajah, sidik jari, retina mata, serta sampel DNA. Wajah seseorang memiliki ciri khas yang dapat digunakan untuk mengenali identitas individu secara langsung.

Oleh sebab itu, foto yang menampilkan wajah seseorang tergolong sebagai data pribadi yang sensitif dan perlu dijaga penggunaannya agar tidak menimbulkan pelanggaran terhadap hak privasi individu.

Baca juga: Ternyata Data Pribadi Ada 2 Jenis. Apa Saja?

Pengambilan dan Pemanfaatan Foto sebagai Pemrosesan Data Pribadi

Dalam konteks fotografi jalanan, pengambilan gambar yang menampilkan wajah seseorang tergolong sebagai pemrosesan data pribadi. Pemrosesan tidak berhenti pada saat foto diambil, melainkan juga mencakup tindakan lanjutan seperti penyimpanan, pengolahan, hingga penyebarluasan melalui media sosial atau platform digital (Pasal 16 ayat (1) UU PDP)

Sebagai pengendali data pribadi, fotografer memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap tahapan pemrosesan data pribadi dilakukan secara sah dan tidak merugikan pihak yang difoto. Tanggung jawab tersebut mencakup kewajiban memperoleh persetujuan eksplisit dari subjek data pribadi sebelum foto digunakan. 

Tindakan mengambil foto tanpa persetujuan, terutama untuk kepentingan komersial dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Hal ini terjadi karena kegiatan tersebut mengabaikan hak privasi dan perlindungan data pribadi pihak yang difoto.

Pasal 65 ayat (1) UU PDP melarang setiap orang memperoleh atau mengumpulkan data pribadi milik orang lain secara melawan hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang dapat merugikan subjek data pribadi. 

Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar (Pasal 67 ayat (1) UU PDP).

Fotografer Memiliki Hak Cipta, Tapi Ada Batasannya

Fotografer memiliki hak cipta atas setiap karya orisinal yang mereka hasilkan. Hak cipta memberikan perlindungan hukum terhadap karya orisinal tersebut, memastikan bahwa fotografer dapat memperbanyak, menyebarluaskan, dan mengumumkan foto yang dibuatnya (Pasal 40 ayat (1) huruf k UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta)).

Meskipun fotografer memiliki hak eksklusif atas karya mereka, terdapat batasan yang perlu diperhatikan. Penggunaan potret atau foto orang lain untuk tujuan komersial hanya diperbolehkan jika mendapatkan persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya (Pasal 12 ayat (1) UU Hak Cipta)

Batasan ini berfungsi untuk melindungi individu yang menjadi objek fotografi. Persetujuan tertulis memastikan bahwa foto tidak disalahgunakan untuk kepentingan komersial tanpa izin, sehingga hak privasi subjek foto tetap terjaga. 

Fotografer tetap bisa menggunakan karyanya untuk portofolio, pameran, atau dokumentasi pribadi, tetapi harus menghormati hak subjek foto ketika foto tersebut menyangkut identitas atau wajah orang lain.

Pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan potret tanpa izin memiliki konsekuensi hukum yang jelas. Setiap orang yang menggunakan potret secara komersial tanpa persetujuan dari subjek atau ahli waris dapat dipidana dengan pidana denda hingga Rp500 juta.

Dengan demikian, fotografer tetap memegang hak cipta penuh atas karyanya, tetapi penggunaan foto yang menampilkan orang lain harus memperhatikan batasan hukum dan persetujuan subjek. Hal ini menyeimbangkan hak kreatif fotografer dengan perlindungan privasi dan kepentingan hukum individu yang difoto.

Baca juga: Data Pribadi jadi Syarat Klaim Promo, Emang Boleh?

Etika Fotografi di Ruang Publik

Fotografer tidak hanya memiliki hak cipta atas karya yang mereka hasilkan, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak dan privasi individu yang menjadi subjek foto. 

Dalam praktik fotografi di ruang publik, penting bagi fotografer untuk menyeimbangkan kebebasan berkarya dengan kepatuhan terhadap etika dan perlindungan hukum bagi orang yang difoto. 

Berikut etika yang sebaiknya diterapkan dalam fotografi di ruang publik:

  1. Hormati privasi subjek: Perhatikan hak individu yang menjadi objek foto. Hindari memotret atau menyebarkan gambar yang bisa menyinggung, mempermalukan, atau melanggar privasi orang yang difoto.
  2. Mintalah persetujuan: Dapatkan izin dari subjek, terutama jika foto akan digunakan untuk kepentingan komersial atau publikasi. Persetujuan memastikan penggunaan foto sesuai etika dan menghormati hak individu.
  3. Hormati penolakan: Jika subjek menolak difoto atau meminta foto dihapus, fotografer wajib menghormati permintaan tersebut tanpa debat. Ini menunjukkan penghormatan penuh terhadap hak dan keinginan subjek.
  4. Perhatikan kondisi subjek: Peka terhadap situasi dan kondisi emosional orang yang difoto. Hindari mengambil gambar mereka saat berada dalam kondisi rentan seperti berduka, marah, atau situasi memalukan tanpa alasan kuat.
  5. Gunakan foto secara bertanggung jawab: Jangan menggunakan foto untuk tujuan yang merugikan, mengeksploitasi, atau menimbulkan kesalahpahaman. Pastikan setiap penggunaan menghormati kepentingan subjek.
  6. Transparansi dan akses data: Berikan cara bagi subjek untuk menghubungi fotografer atau melihat hasil foto. Ini memungkinkan mereka menggunakan haknya untuk meminta penghapusan atau membatasi penyebaran jika diperlukan.

Update pengetahuan hukum bisnis Anda melalui artikel Smartlegal.id Butuh bantuan terkait masalah perizinan usaha maupun kekayaan intelektual? Konsultasikan dengan Smartlegal.id

Author: Pudja Maulani Savitri

Editor: Genies Wisnu Pradana

Referensi:
https://www.linkedin.com/posts/mochadegunawan_uupdp-perlindungandatapribadi-activity-7389207439021105153-yxzC?utm_source=share&utm_medium=member_desktop&rcm=ACoAADcIBN8BsI-NATAOOq7loso0e84wRcMMgmE 
https://www.msn.com/id-id/berita/other/fotografi-olahraga-jalanan-antara-peluang-bisnis-dan-ancaman-privasi-di-era-digital/ar-AA1PKo9C
https://radarjogja.jawapos.com/lifestyle/656789342/maraknya-tren-fotografi-olahraga-jalanan-disebut-dosen-umy-potensi-bisnis-yang-rawan-pelanggaran

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY