Apakah Setiap Perjanjian Harus Dibuat di Hadapan Notaris?
Smartlegal.id -

“Tidak semua perjanjian harus dibuat di hadapan notaris agar sah secara hukum. Namun dalam kondisi tertentu jenis perjanjian notaris menjadi suatu keharusan.”
Dalam kehidupan sehari-hari, perjanjian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari berbagai aktivitas, baik dalam ranah bisnis, jual beli, sewa-menyewa, hingga pinjam-meminjam. Perjanjian sendiri didefinisikan sebagai suatu perbuatan di mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu pihak lain atau lebih.
Namun, sering muncul pertanyaan, apakah setiap perjanjian/perikatan harus dibuat di hadapan notaris agar sah secara hukum? Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai hal tersebut.
Baca juga: Perjanjian Lisensi: Manfaatkan Aset Bisnis Tak Berwujud Jadi Revenue
Syarat Sahnya Perjanjian
Asumsi perjanjian harus menggunakan perjanjian notaris tersebut tidaklah benar. Suatu perikatan tetap sah berlaku meski tidak dibuat di hadapan notaris. Hal ini merujuk pada ketentuan pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menjelaskan syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut:
- Ada kesepakatan dari para pihak;
- Para pihak yang terikat cakap secara hukum;
- Tentang suatu hal tertentu;
- Menyangkut sebab yang tidak dilarang

Dalam hal ini, perikatan yang dibuat dan ditandatangani para pihak tanpa melibatkan notaris atau pejabat umum lainnya disebut sebagai Perjanjian Bawah Tangan. Sedangkan suatu perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris, disebut sebagai Perjanjian Notariil atau secara garis besar disebut sebagai Akta Otentik.
Soal merek juga perlu perjanjian, bagaimana ketentuannya? Simak ulasan artikel Perjanjian Lisensi Merek Dagang Bikin Bisnis Untung Lewat Merek.
Bagaimana Jika Tidak Menggunakan Perjanjian Notaris?
Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat berdasarkan ketentuan undang-undang oleh pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini notaris dan dibuat di tempat kedudukan pejabat umum tersebut (Pasal 1868 KUHPerdata).
Hal yang membedakan antara Perjanjian Bawah Tangan dengan Perjanjian Notariil terletak pada kekuatan pembuktian perjanjian tersebut di hadapan pengadilan apabila pada suatu waktu terjadi sengketa.
Suatu akta/perikatan yang dibuat dihadapan Notaris memiliki tingkat pembuktian yang sempurna sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata:
Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya“.
Pembuktian yang sempurna di sini bermakna:
- Tidak dapat disangkal keberadaannya. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut dibuat oleh Notaris;
- Tidak dapat disangkal isinya, hal ini dikarenakan Notaris telah memastikan bahwa isi para pihak dalam perjanjian memahami isi dari perjanjian dengan cara membacakannya di hadapan para pihak dan memastikan bahwa tanda tangan tersebut sesuai dengan aslinya.
Dengan demikian, apabila suatu Perjanjian Notariil diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka perjanjian tersebut menjadi alat bukti yang tidak dapat disangkal oleh para pihak.
Hakim pun harus mempercayai alat bukti tersebut sah. Pengecualian dalam hal ini adalah, apabila pihak lawan atau terdapat bukti lain yang menyatakan sebaliknya.
Lalu, bagaimana status pembuktian untuk Perjanjian Bawah Tangan? Perjanjian Bawah Tangan juga dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1875 KUHPerdata yang berbunyi:
“Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya …………….. bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik….”.
Hal tersebut bermakna, Perjanjian Bawah Tangan hanya dapat menjadi bukti yang sempurna hanya apabila “diakui oleh para pihak” dalam perjanjian.
Apabila salah satu pihak menyangkal keberadaan Perjanjian Bawah Tangan tersebut, maka hakim diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran perjanjian tersebut di muka pengadilan (1877 KUHperdata) dan mengajukan bukti-bukti pendukung lainnya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian tidak harus dibuat di hadapan notaris (kecuali apabila berdasarkan ketentuan undang-undang perjanjian tersebut wajib dibuat di hadapan Notaris). Adapun pertimbangan untuk melibatkan notaris dalam pembuatan perjanjian adalah untuk memperkecil risiko di kemudian hari apabila terdapat sengketa terkait dan/atau melibatkan perjanjian tersebut.
Untuk konsultasi lebih lanjut mengenai perjanjian bisnis, atau di bidang lainnya dan aspek hukum lainnya, silahkan menghubungi Smartlegal.id dengan cara klik tombol di bawah ini.
Author: Lita Paromita Siregar
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi
https://bizlaw.co.id/semua-perjanjian-harus-dibuat-notaris/
https://analisadaily.com/berita/baca/2022/09/15/1034308/struktur-dan-mekanisme-perjanjian-dengan-notaris/