Ini Cara Mendapatkan Izin Edar Pangan Olahan Produksi Rumahan dari BPOM

Smartlegal.id -
Ini Cara Mendapatkan Izin Edar Pangan Olahan Produksi Rumah Tangga dari BPOM
Ini Cara Mendapatkan Izin Edar Pangan Olahan Produksi Rumah Tangga dari BPOM

“Izin edar industri pangan rumahan berupa sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT)”

Pengusaha pangan olahan wajib menjamin mutu dan keamanan dari produk yang diedarkan. Hal itu berlaku kepada semua pengusaha pangan olahan, baik didalam negeri maupun produk luar negeri. 

Untuk menjaga mutu dan keamanan dari produk pangan yang diproduksi dan diedarkan oleh pelaku usaha, pemerintah ikut berpartisipasi mengawasi para pelaku usaha. Pemerintah mewajibkan kepada setiap pelaku usaha pangan olahan untuk memiliki izin edar. Baik industri pabrik maupun Industri rumahan. Terdapat perbedaan izin edar antara industri pabrik dan industri pangan rumahan. Izin edar industri pangan rumahan berupa sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT). Untuk lebih mengetahui tentang SPP-IRT simak penjelasan berikut.

Baca juga: Syarat Izin Edar BPOM Untuk Pangan Olahan Di Indonesia

Definisi Produk Pangan Industri Rumah Tangga

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PBPOM No. 22/2018),

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Kemudian Pasal 1 angka 3 PBPOM No. 22/2018,

Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat didefinisikan produk pangan IRTP merupakan pangan olahan yang diproduksi oleh IRTP, dimana proses memproduksi pangan olahannya menggunakan peralatan manual hiangga semi otomatis. Produk pangan IRTP yang diedarkan tetap harus memiliki label atau penanda yang memuat keterangan produk.

Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Menurut Pasal 1 angka 13 PBPOM No. 22/2018,

Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota terhadap Pangan Produksi IRTP di wilayah kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT dalam rangka peredaran pangan produksi IRTP.

SPP-IRT dapat digunakan sebagai izin edar bagi pelaku usaha IRTP. Untuk mendapatkan SPP-IRT pelaku usaha IRTP harus memenuhi persyaratan berikut:

  1. Memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan;
  2. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan produksi IRTP memenuhi syarat;
  3. Label pangan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

SPP-IRT memiliki masa berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang lagi. Pengajuan permohonan perpanjangan masa berlaku SPP-IRT paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya masa berlaku SPP-IRT. Jika masa berlaku SPP-IRT telah habis, maka pelaku usaha IRTP dilarang untuk mengedarkan produknya ke masyarakat. 

Bupati/Walikota sebagai pihak yang mengesahkan SPP-IRT dapat mencabut SPP-IRT melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Selain itu, BPOM juga dapat mengeluarkan surat rekomendasi untuk pencabutan SPP-IRT. Pencabutan SPP-IRT dapat dilakukan jika terjadi hal-hal berikut (Pasal 5 ayat (1) PBPOM No. 22/2018):

  1. Pemilik dan/atau penanggung jawab perusahaan melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang pangan;
  2. Pangan produksi IRTP terbukti sebagai penyebab Kejadian Luar Biasa (KBL) keracunan pangan;
  3. Pangan IRTP terbukti mengandung bahan berbahaya dan/atau bahan kimia obat (BKO);
  4. Pangan produksi IRTP mencantumkan klaim selain peruntukannya sebagai pangan produksi IRTP;
  5. Lokasi sarana produksi pangan produksi IRTP tidak sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam dokumen pendaftaran pada saat mendapatkan SPP-IRT dan/atau dokumen yang didaftarkan pada saat pemberian SPP-IRT; dan/atau
  6. Sarana dan/atau produk pangan olahan yang dihasilkan terbukti tidak sesuai dengan SPP-IRT yang diberikan.

Jenis Pangan Produksi IRTP yang Diizinkan Untuk Memperoleh SPP-IRT

Pelaku usaha IRTP hanya dapat memproduksi pangan tertentu saja. Hal itu dikarenakan proses produksi IRTP yang menggunakan peralatan sederhana. Pangan yang diproduksi oleh pelaku usaha IRTP harus dapat disimpan lebih dari 7 hari. Berikut merupakan jenis pangan yang dapat diproduksi oleh pelaku usaha IRTP (Lampiran II PBOM No. 22/2018):

  1. Hasil olahan daging kering (contoh: abon, dendeng, rendang, dan sejenisnya).
  2. Hasil olahan ikan kering (contoh: ikan kering, ikan asin, keripik ikan, serundeng ikan, dan sejenisnya).
  3. Hasil olahan unggas kering (contoh: abon unggas, unggas goreng, dan sejenisnya).
  4. Hasil olahan sayur (contoh: acar, asinan sayur, sayur kering, manisan rumput laut, dan sejenisnya).
  5. Hasil olahan kelapa (contoh: kelapa parut, geplak, serundeng kelapa, dan sejenisnya).
  6. Tepung dan hasil olahan lainnya (contoh: bihun, biskuit, mi kering, dan sejenisnya).
  7. Minyak dan lemak (contoh: minyak kacang tanah, minyak kelapa, minyak wijen, dan sejenisnya).
  8. Selai, jeli dan sejenisnya (contoh: jeli buah, jeli agar, srikaya, dan sejenisnya).
  9. Gula, kembang gula dan madu (contoh: gula merah, kembang gula, coklat cetak, dan sejenisnya).
  10. Kopi dan teh kering (contoh: kopi biji, teh hijau, dan sejenisnya).
  11. Bumbu (contoh: bumbu masakan kering, bumbu cabe, saos cabe, sambal, dan sejenisnya).
  12. Rempah-rempah (contoh: bawang merah kering/bubuk, cabe kering/bubuk, dan sejenisnya).
  13. Minuman serbuk.
  14. Hasil olahan buah (contoh: keripik buah, buah kering, manisan buah, dan sejenisnya.)
  15. Hasil olahan biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi (contoh: rengginang, keremes umbi, dan sejenisnya).

Adapun jenis pangan yang tidak dapat diproduksi oleh pelaku usaha IRTP sebagai berikut:

  1. Pangan yang diproses dengan sterilisasi komersial atau pasteurisasi;
  2. Pangan yang diproses dengan pembekuan (frozen food) yang penyimpanannya memerlukan lemari pembeku;
  3. Pangan olahan asal hewan yang disimpan dingin/beku
  4. Pangan diet khusus dan pangan keperluan medis khusus antara lain MP-ASI, booster ASI, formula bayi, formula lanjutan, pangan untuk penderita diabetes.

Tata Cara Pemberian SPP-IRT

Setelah memenuhi persyaratan tersebut pengusaha IRTP dapat mengajukan permohonan ke Bupati/Walikota. Permohonan diterima oleh Bupati/Walikota melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan dievaluasi kelengkapan secara administratif yang meliputi:

    1. Formulir Permohonan SPP-IRT memuat informasi sebagai berikut:
      1. Nama jenis pangan;
      2. Nama dagang;
      3. Jenis kemasan;
      4. Berat bersih/isi bersih (mg/g/kg atau ml/l/kl);
      5. Bahan baku dan bahan lainnya yang digunakan; 
      6. Tahap produksi;
      7. Nama, alamat, kode pos, dan nomor telepon IRTP;
      8. Nama pemilik;
      9. Nama penanggung jawab;
      10. Informasi tentang masa simpan (kadaluwarsa);
      11. Informasi tentang kode produksi.
    2. Dokumen lain yang diperlukan:
      1. Surat keterangan atau izin usaha dari Camat/Lurah/Kepala desa;
      2. Rancangan label pangan;
      3. Sertifikat penyuluhan Keamanan Pangan (bagi pemohon baru).

Jika hasil dari evaluasi dalam dokumen pemohon masih terdapat kekurangan dan kelengkapan permohonan SPP-IRT, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melakukan pembinaan kepada IRTP. Pembinaan atau penyuluhan keamanan pangan itu ditargetkan langsung kepada pelaku usaha IRTP yang mengajukan permohonan. 

Para pelaku usaha IRTP akan dibina langsung oleh narasumber yang berkompeten di bidang keamanan pangan. Narasumber itu adalah tenaga penyuluh keamanan Pangan (PKP) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan Balai Besar/Balai POM setempat atau dari instansi/lembaga lain yang kompeten di bidangnya. Adapun materi penyuluhan keamanan pangan terdiri dari:

  1. Materi Utama:
    1. Peraturan perundang-undang di bidang pangan.
    2. Keamanan dan mutu pangan.
    3. Teknologi proses pengolahan pangan.
    4. Prosedur operasi sanitasi yang standar (standard Sanitation Operating Procedure/SSOP).
    5. Cara produksi yang baik untuk industri rumah tangga (CPPB-IRT).
    6. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP).
    7. Persyaratan label dan iklan pangan.
  2. Materi pendukung:
    1. Pencantuman label halal
    2. Etika bisnis dan pengembangan jejaring bisnis IRTP.

Pemberian materi penyuluhan dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti ceramah, diskusi, demonstrasi/peragaan simulasi, pemutaran video, pembelajaran jarak jauh (e-learning) dan cara-cara lain yang dapat mendukung pemahaman keamanan pangan.

Setelah pelaku usaha IRTP memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan sarana pangan industri rumah tangga. Pemeriksaan sarana IRTP dilakukan oleh tenaga Pengawas Pangan Kabupaten /Kota atau DFI (District Food Inspector). Jika hasil pemeriksaan sarana produksi menunjukan bahwa IRTP masuk level I-II, maka dapat diberikan SPP-IRT.

Baca juga: Hati-Hati! Bisnis Frozen Food Bisa Dipidana Jika Menjual Tanpa Izin Edar

Anda kesulitan dalam mengurus izin edar BPOM? Kami dapat membantu Anda mengurusnya. Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol dibawah ini

Author: Dwiki Julio Dharmawan

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY