Hati-Hati! Ketahui Ini Dulu sebelum Buka Bisnis Thrift Shop Impor!

Smartlegal.id -
bisnis thrift shop

“Usaha yang menjanjikan seperti bisnis thrift shop ternyata belum tentu aman dan memiliki legalitas untuk dilakukan.”

Di tengah kondisi Pandemi Covid-19 ini, aktivitas membeli pakaian bekas impor yang dijual kembali atau thrifting sangat digandrungi masyarakat. Selain karena harganya yang murah, pakaian tersebut biasanya hanya tersisa satu, sehingga ada kepuasan tersendiri dalam membelinya. 

Hal ini menjadi sebuah lifestyle baru bagi remaja khususnya dalam trend fashion. Namun, siapa sangka bisnis thrift shop yang cukup menjanjikan ini ternyata belum memiliki payung hukum yang jelas lho!

Menurut Pasal 51 ayat (2)  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) secara jelas menerangkan bahwa importir dilarang mengimpor barang yang termasuk dalam barang dilarang impor. Importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru, kecuali ditentukan lain oleh Pemerintah Pusat. 

Baca Juga : Perusahaan Importir Harus Punya NIB Jika Tak Mau Izinnya Dibekukan

Berikut adalah daftar barang-barang yang dilarang untuk diimpor tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020 tentang tentang Barang Dilarang Impor (Permendag 12/2020) menetapkan enam jenis atau kategori barang dilarang impor antara lain:

  1. Bahan perusak lapisan ozon;
  2. Kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas;
  3. Barang berbasis sistem pendingin yang menggunakan Chlorofluorocarbon (CFC) dan Hydrochlorofluorocarbon 22 (HCFC-22);
  4. Bahan obat dan makanan tertentu;
  5. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); dan
  6. Alat kesehatan yang mengandung merkuri.

Namun, selain barang-barang yang telah ditetapkan tersebut, Menteri Perdagangan dapat menetapkan barang dilarang impor dengan kriteria tertentu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri tersendiri (Pasal 2 angka 2 Permendag 12/2020). Hal ini dilakukan berdasarkan usulan dari menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.

Dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 

Tentu saja ini menjadi perhatian karena ditakutkan pada pakaian bekas tersebut terdapat banyak bakteri dan penyakit yang kita tidak tahu menahu. Karena, pakaian bekas tersebut bukan lagi dari tangan pertama, bisa jadi telah melewati beberapa pengguna yang tidak diketahui siapa dan bagaimana kondisi kesehatannya. Sehingga untuk menghindari adanya hal yang tidak diinginkan, Pemerintah tidak memperbolehkan barang tersebut untuk diimpor. 

Disini, Pemerintah Pusat dan Daerah berdasar berhak melakukan pelarangan mengedarkan produk untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk menarik barang dari distribusi atau menghentikan kegiatan jasa yang diperdagangkan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan (Pasal 98 angka (1) UU Perdagangan). Tak hanya itu, pemerintah dapat melakukan pencabutan perizinan berusaha terhadap perdagangan barang yang dilarang. 

Selain itu, berdasar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, pada praktiknya penindakan terhadap penyelundupan impor pakaian bekas juga dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Punya pertanyaan seputar hukum perusahaan, legalitas usaha atau masalah hukum lain dalam bisnis anda? Segera hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini. 

Author: Sekar Dewi Rachmawati

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY