Goto dan Nadiem Kembali Digugat Rp49,1 T Terkait Hak Cipta Ojek Online
Smartlegal.id -
“Goto dan Nadiem kembali digugat oleh Hasan Azhari terkait pelanggaran hak cipta ojek online”
PT. GoTo Gojek Indonesia Tbk dan Nadiem Makarim kembali digugat, kali ini gugatan tersebut diajukan oleh Hasan Azhari dengan nomor perkara 96/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2022/PN Niaga Jkt.Pst. dengan permintaan ganti rugi senilai Rp49,1 triliun.
Sebelumnya pada tahun 2021, Hasan Azhari juga pernah melayangkan gugatan kepada GoTo dan meminta ganti rugi sebesar Rp10 miliar serta membayar royalti Rp24,9 triliun.
Namun, akhir dari putusan tersebut tidak membuahkan hasil baginya karena gugatan tersebut tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim.
Kini pihaknya kembali mengajukan gugatan kepada perusahaan ojek online tersebut terkait dengan hak cipta terhadap 5 jenis ciptaan yang semuanya telah diumumkan pada tanggal 1 Desember 2018.
Lantas, apa korelasinya antara 5 jenis ciptaan tersebut dengan Gojek?
Inti dari gugatan tersebut berkaitan dengan penggunaan sebuah ide atau konsep pemesanan ojek secara online yang telah dituangkan dalam karya cipta milik nya. Penggugat merasa bahwa model bisnis “ojek online” miliknya ini telah dijiplak oleh Gojek.
Nadiem Makarim selaku pendiri dari Gojek menceritakan bahwa ide ini muncul lantaran dirinya merupakan pelanggan setia ojek. Melihat banyaknya jasa ojek yang hanya mangkal di pangkalan dan keluh kesah pengemudi, akhirnya Nadiem membuat sebuah produk berupa layanan “ojek panggilan”.
Apakah dalam dunia bisnis penggunaan model atau konsep bisnis yang sama merupakan hal yang wajar?
Melihat perkembangan dunia bisnis, model bisnis yang sama sebenarnya hal yang banyak ditemukan. Karena pada dasarnya yang penting diperhatikan oleh pelaku usaha ialah bagaimana strategi bisnis dapat dijalankan.
Adanya model bisnis sendiri digunakan untuk mengetahui struktur atau konsep bagaimana sebuah produk dilihat oleh konsumen.
Baca juga: Ini Caranya Agar Modifikasi Karya Tidak Melanggar Hak Cipta
Membahas soal Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pencipta yang timbul karena prinsip deklaratif, artinya perlindungan hak cipta ini otomatis akan melekat pada ciptaannya setelah ide telah diwujudkan dalam bentuk nyata (Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta)).
Melalui Pasal 41 UU Hak Cipta mengatur mengenai hasil karya yang tidak dilindungi oleh hak cipta, diantaranya:
- hasil karya yang belum berwujud nyata;
- setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan
- alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Baca juga: Jangan Salah Tangkap! Ini Batasan Unsur Kerahasiaan Rahasia Dagang
Bagaimana dengan karya ciptaan yang tidak dicatatkan?
“Perlindungan terhadap ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau nyata wujudnya dan bukan karena pencatatan. Pertama Hak Cipta sifatnya deklaratif, jadi perlindungan lahir ketika pertama kali diwujudkan. Jadi sebenarnya tanpa pendaftaran pun hak ciptanya sudah dilindungi.
Namun pendaftaran hak cipta dengan Surat Pencatatan Ciptaan itu menjadi bukti awal kepemilikan suatu ciptaan. Selama belum terbukti sebaliknya, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta yang tercantum dalam Surat tersebut adalah pemilik sah ciptaan.” – Ujar Farhan Izzatul, Project Associate Smartlegal.id.
Jangan sampai bisnis tersandung masalah Hak Cipta! Konsultasikan permasalahan Hak Cipta bisnis Anda kepada ahlinya. Hubungi smartlegal.id melalui tombol di bawah ini sekarang juga.
Author: Hana Wandari
Editor: Dwiki Julio