Nama Pena, Salah Satu Hak Cipta Eksklusif untuk Penulis

Smartlegal.id -
nama pena

“Nama pena merupakan hak yang melekat selamanya pada penulis, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh menggunakannya secara sembarangan.”

Pada karya tulis buku fiksi, seperti novel atau kumpulan cerita pendek, sebagian penulis akan menggunakan nama samaran.

Nama samaran ini dikenal juga dengan sebutan “nama pena”. Bagi orang-orang yang kerap membaca karya fiksi, tentu tidak asing dengan istilah tersebut.

Beberapa penulis Tanah Air yang sering menggunakan adalah Tere Liye, Andrea Hirata, Gol A Gong, dan sebagainya.

Satu fakta yang perlu diketahui, bahwa nama pena memang merupakan bagian dari hak cipta yang juga mendapat perlindungan hukum. Jadi, orang lain tidak diperbolehkan mencomot begitu saja.

Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014).

Lantas, bagaimana ketentuan lebih lanjut? Simak artikel berikut!

Baca juga: Hak Cipta Karya Terjemahan, Bisa Dilindungi Secara Hukum?

Bagian dari Hak Cipta

Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya merupakan salah satu objek hak cipta yang mendapatkan jaminan perlindungan (Pasal 40 ayat (1) UU 28/2014).

Oleh karena itu, penulis sebagai pencipta buku tentu mendapatkan berbagai hak yang melekat pada mereka.

Salah satu hak penulis adalah untuk menggunakan nama alias atau samarannya (nama pena). Hal ini dimuat dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 28/2014.

Hak penulis untuk menggunakan nama alias atau samarannya tersebut merupakan bagian dari hak moral. 

Merujuk Pasal 5 ayat (1) UU 28/2014, hak moral merupakan hak eksklusif yang melekat secara abadi pada diri pencipta.

Baca juga: 3 Perbedaan Hak Cipta dan Paten, Jangan Sampai Salah!

Bentuk Perlindungan Hak Cipta Penulis

Selain penggunaan nama samaran, berikut adalah jenis-jenis hak yang melekat pada penulis beserta bentuk perlindungannya, di antaranya:

Hak Moral

Beberapa hak moral terdiri dari (Pasal 5 ayat (1) UU 28/2014):

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Kemudian, dalam rangka melindungi hak moral di atas, pencipta (penulis) dapat memiliki (Pasal 6 UU 28/2014):

  1. Informasi manajemen hak cipta, yang terdiri dari:
    • Metode atau sistem yang dapat mengidentifikasi originalitas substansi ciptaan dan penciptanya; dan
    • Kode informasi dan kode akses.
  2. Informasi elektronik hak cipta, yang terdiri dari:
    • Suatu ciptaan, yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan kegiatan Pengumuman Ciptaan;
    • Nama pencipta, aliasnya atau nama samarannya;
    • Pencipta sebagai pemegang hak cipta;
    • Masa dan kondisi penggunaan ciptaan;
    • Nomor; dan
    • Kode informasi.

Siapa pun dilarang untuk menghilangkan, mengubah, atau merusak informasi manajemen hak cipta dan informasi elektronik hak cipta yang telah disebutkan di atas (Pasal 7 ayat (3) UU 28/2014).

Hak Ekonomi (Royalti)

Selain hak moral, penulis juga memiliki hak ekonomi. Dapat dipahami bahwa hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan (Pasal 8 UU 28/2014).

Beberapa bentuk hak ekonomi penulis meliputi (Pasal 9 UU 28/2014):

  1. Penerbitan ciptaan;
  2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
  3. Penerjemahan ciptaan;
  4. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
  5. Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
  6. Pertunjukan ciptaan;
  7. Pengumuman ciptaan;
  8. Komunikasi ciptaan; dan
  9. Penyewaan ciptaan.

Jadi, setiap orang yang ingin melaksanakan hak ekonomi di atas wajib mendapatkan izin pencipta (misalnya penulis) atau pemegang hak cipta (Pasal 9 ayat (2) UU 28/2014).

Apabila tidak mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta, maka siapa pun dilarang menggandakan dan/atau menggunakan ciptaan secara komersial (Pasal 9 ayat (3) UU 28/2014).

Penulis atau pemegang hak cipta akan mendapatkan royalti jika mereka mengizinkan pihak lain untuk memanfaatkan hak ekonomi yang melekat.

Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait (Pasal 1 angka 21 UU 28/2014).

Contohnya, ada pihak yang ingin mengadaptasi suatu novel menjadi film layar lebar. Maka, pihak tersebut wajib meminta izin pada yang bersangkutan, yaitu penulis novelnya.

Apabila penulis mengizinkan, maka akan ada perjanjian kerja sama antar para pihak. Dalam perjanjian tersebut, juga akan memuat nominal royalti yang akan didapatkan oleh penulis.

Baca juga: Pakai Logo Tanpa Izin, Apakah Melanggar Hak Cipta atau Merek?

Masa Berlaku Hak Cipta Penulis

Berikut merupakan ketentuan masa berlaku hak moral dan hak ekonomi yang melekat pada penulis, yaitu di antaranya:

Hak Moral yang Berlaku Tanpa Batas Waktu

Daftar hak moral yang melekat pada penulis tanpa batas waktu (selamanya) meliputi (Pasal 57 ayat (1) UU 28/2014):

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan
  3. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Jadi, perlindungan hak cipta atas identitas samaran/pena berlaku selamanya tanpa batas waktu, bahkan hingga sang penulis yang bersangkutan telah meninggal dunia.

Hak Moral yang Berlaku dengan Jangka Waktu

Sementara itu, berikut adalah daftar hak moral yang berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, di antaranya (Pasal 57 ayat (2) UU 28/2014):

  1. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; dan
  2. Mengubah judul dan anak judul ciptaan.

Hak Ekonomi

Buku, pamflet, dan karya tulis lainnya akan mendapat perlindungan hak ekonomi selama hidup penciptanya (dalam hal ini penulis). Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 58 UU 28/2014.

Lantas, bagaimana jika penulis telah meninggal dunia?

Perlindungan hak cipta tersebut masih terus berlangsung selama 70 tahun setelah penulis meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 UU 28/2014).

Apakah Anda ingin melakukan pendaftaran hak cipta? Atau memiliki pertanyaan mengenai legalitas usaha Anda dan ketentuan hukum yang berlaku? Konsultasikan bersama Smartlegal.id melalui tombol yang tersedia di bawah ini.

Author: Bidari Aufa Sinarizqi

Editor: Genies Wisnu Pradana

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY