Usaha Warung Makan Gak Bisa Asal Pakai Nama “Cabang Purnama” 

Smartlegal.id -
usaha warung makan

“Usaha warung makan gak bisa asal pakai nama merek “bebek cabang purnama” karena nama tersebut udah didaftarkan sebagai merek” 

Bagi para pecinta kuliner khususnya di sekitar Kota Surabaya, pasti sudah tidak asing lagi dengan merek bebek goreng legend satu ini. Yap betul usaha warung makan Bebek Purnama!

Dengan ciri khas spanduk warna kuningnya, warung makan yang menyuguhkan bebek serundeng ini banyak dijumpai di bibir jalan khususnya di sekitar Kota Surabaya. Meski masih mempertahankan cara tradisional dalam proses olahannya, Bebek Cabang Purnama terus berkembang secara pesat di tengah gempuran warung-warung bebek goreng lainnya di Surabaya.

Warung makan dengan nama Bebek Cabang Purnama pun menjamur di sejumlah daerah, khususnya di sekitar Kota Surabaya. Hal tersebut kemudian memunculkan pertanyaan di masyarakat, sebenarnya dimana induk warung makan tersebut. 

Namun siapa sangka, ternyata merek Bebek Cabang Purnama telah mendapatkan hak merek dengan kode merek BEBEK CABANG PURNAMA.IDM0003552 dan telah berbadan hukum koperasi dengan nomor sertifikat AHU-0003058.AH.58.01.26.TAHUN 2020, sejak 2020 silam.

Dengan dasar tersebut, Mat Sukri selaku Ketua Koperasi Bebek Cabang Purnama akan menindak secara tegas bagi siapapun yang menggunakan nama merek Bebek Cabang Purnama tanpa menjadi bagian dari Koperasi Bebek Cabang Purnama yang dikelolanya.

Baca juga: Mau Daftarin Merek? Cek Cara Pendaftaran Merek Tahun 2023!

Dari fenomena tersebut, apa yang harus dilakukan para usaha warung makan mikro dan kecil agar bisa menggunakan merek Bebek Cabang Purnama?

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa merek merupakan sebuah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna sebagai pembeda dengan merek lainnya (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek). 

Penggunaan merek itu sendiri pada penerapannya cukup relatif dan sangat tergantung dengan kondisi kelangsungan usaha masing-masing pelaku usaha.

Bagi pelaku usaha yang merintis bisnisnya dari kecil dan menjalankan bisnisnya sendiri biasanya memilih untuk mendaftarkan mereknya secara perorangan. 

Hal tersebut dikarenakan pelaku usaha ingin memiliki hak merek tersebut dengan maksimal. Dengan mendaftarkan merek secara perorangan, maka merek tersebut akan melekat dan hanya dimiliki oleh individu tersebut. 

Bahkan jika perusahaan tersebut telah dibubarkan atau setelah individu tersebut hengkang dari perusahaan, merek tersebut akan tetap sah menjadi miliknya.

Beda cerita dengan bisnis yang memiliki cakupan besar dan bekerja sama dengan beberapa pihak. Pelaku usaha biasanya akan mendaftarkan mereknya atas nama badan hukum untuk membagi secara merata kepemilikan merek tersebut. Dengan begitu, para pihak yang terdaftar pada merek tersebut dapat menikmati benefit kepemilikan merek tersebut dan dapat meminimalisir terjadinya sengketa.

Hal tersebut telah diatur pada Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Merek yang mengatur bahwa pemohon pendaftaran merek dapat dilakukan oleh perorangan, beberapa orang secara bersama-sama, dan badan hukum. Dalam hal merek tersebut akan digunakan oleh beberapa perusahaan, pemohon dapat mendaftarkannya sebagai merek kolektif.

Merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya (Pasal 1 angka 4 UU Merek).

Baca juga: Sengketa Merek GOTO: Ini Alasan Dibalik Kemenangan Gojek-Tokopedia

Jika ada pihak yang ingin menggunakan merek kolektif maka cukup dengan menggabungkan diri ke perusahaan tersebut. Kepemilikan merek kolektif yang bersifat “kolektif” membuat merek kolektif tidak mengakomodir mekanisme lisensi dalam kepemilikannya (Pasal 50 UU Merek).

Syarat Merek Kolektif

Permohonan pendaftaran merek kolektif hanya dapat diterima jika dalam permohonannya dijelaskan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif. Permohonan merek kolektif juga wajib menyertakan salinan ketentuan yang setidaknya memuat (Pasal 46 ayat (1), (2), dan (3) UU Merek) : 

  1. sifat, ciri umum, atau mutu barang dan/atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;
  2. pengawasan atas penggunaan merek kolektif; dan
  3. sanksi atas pelanggaran ketentuan penggunaan merek kolektif.

Dalam rangka pemberdayaan UMKM, merek kolektif juga dapat didaftarkan oleh pemerintah (Pasal 46 ayat (4) UU Merek).

Nantinya persyaratan tersebut akan diperiksa kelengkapannya (Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 dan Pasal 46 UU). Jika sudah dinyatakan lengkap, maka akan berlanjut pada pemeriksaan substantif dan seterusnya sampai merek resmi terdaftar pada daftar umum merek (Pasal 23 dan Pasal 24 UU Merek).

Apakah Anda kesulitan dalam proses pendaftaran merek? Atau ingin menghindari kerumitan dalam mengurus pendaftaran merek Anda? Anda dapat mempercayakan semuanya kepada Smartlegal.id. Silakan hubungi kami melalui tombol yang tersedia di bawah ini.

Author: Yanuar Ramadhana

Editor: Dwiki Julio

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY