Google Didenda Rp487 MKarena Melanggar Hak Paten, Kok Bisa?

Smartlegal.id -
google paten

“Google langgar hak paten dihukum bayar denda sebesar Rp 487 Miliar kepada Sonos karena, apa penyebabnya?”

Baru-baru ini sedang ramai diberitakan bahwa Google membayar denda sejumlah USD 32,5 juta atau sekitar Rp487 miliar karena melanggar paten yang dimiliki oleh Sonos, perusahaan produsen speaker pintar.

Hakim Federal California memutuskan bahwa Google melanggar hak paten Sonos terkait pemutaran audio yang dapat disinkronkan ke beberapa speaker. Fitur ini merupakan inti teknologi Sonos yang telah ada dan dipatenkan selama bertahun-tahun. 

Sonos yakin bahwa Google telah melanggar lebih dari 200 paten mereka secara keseluruhan. Ganti rugi yang diberikan oleh hakim, berdasarkan satu bagian penting dari portofolio paten Sonos, dianggap sebagai pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual mereka.

Namun, apakah pelanggaran hak paten yang dilakukan Google terhadap Sonos dapat disebut dengan pelanggaran hak paten dilihat dari hukum Indonesia? 

Baca juga: Masih Bilang Mematenkan Merek? Ketahui Beda Paten dan Merek

Seperti yang dilakukan oleh Sonos dalam upaya hukum mempertahankan paten produk speaker pintarnya, pemegang paten di Indonesia juga memiliki opsi untuk melindungi hak-hak mereka dengan mengajukan gugatan. Gugatan yang dimaksud adalah gugatan ganti rugi yang diajukan ke Pengadilan Niaga, sesuai dengan Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).

Namun, penting untuk dicatat bahwa gugatan tersebut hanya dapat diterima jika penggugat telah memperoleh hak paten atas penemuannya (Pasal 143 ayat (2) UU Paten).

Untuk mendapatkan perlindungan paten, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU Paten, suatu penemuan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. pertama, harus memiliki unsur kebaruan; 
  2. kedua, harus melibatkan langkah-langkah yang inventif; 
  3. dan ketiga, harus dapat diterapkan dalam industri.

Lain halnya dengan paten sederhana, apabila suatu penemuan merupakan suatu penyempurnaan dari penemuan sebelumnya, maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi antara lain: 

  1. pertama, harus memiliki unsur kebaruan; 
  2. kedua, harus merupakan pengembangan dari produk atau proses yang telah ada;
  3. ketiga, harus memiliki kegunaan praktis; dan keempat, harus dapat diterapkan dalam industri.

Apabila ingin mengajukan gugatan, pemegang hak paten dapat mendaftarkan gugatannya ke pengadilan niaga di wilayah hukum tempat tinggal atau domisili dari tergugat. Namun, jika salah satu pihak berada di luar wilayah Indonesia, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta pusat (Pasal 144 ayat (1) dan (2) UU Paten).

Baca juga: Sengketa Paten Nokia Gugat Vivo Rp597,3 M, Bagaimana Ketentuannya?

Untuk dapat mengajukan gugatan terkait dengan pelanggaran hak paten, harus dipastikan juga bahwa tergugat sudah memenuhi syarat yang bisa disebut sebagai pelanggar hak paten berdasarkan Pasal 160 UU Paten, yaitu:

  1. Membuat; 
  2. Menjual; 
  3. Mengimpor; 
  4. Menyewakan; 
  5. atau Menyediakan untuk dijual/disewakan/diserahkan produk yang telah diberi paten; 
  6. serta Perbuatan yang menggunakan proses produksi yang telah diberi paten. 

Apabila tergugat telah terbukti telah melanggar hak paten tidak hanya dikenakan denda seperti hukuman yang diterima oleh Google, namun juga dapat terkena hukuman pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 161 UU Paten, berupa: 

  1. Pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah (untuk pelanggaran hak paten); 
  2. atau Pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak 500 juta rupiah (untuk pelanggaran hak paten sederhana).

Perlu diingat pula seseorang atau pelaku usaha yang diduga melanggar hak paten masih dapat melakukan usaha hukum untuk melindungi produknya terlepas dari hak paten orang lain. 

Hal tersebut diatur dalam Pasal 145 ayat (1) UU Paten yang menjelaskan kewajiban pembuktian dibebankan kepada pihak tergugat apabila: 

  1. Produk yang dihasilkan melalui proses yang diberi paten merupakan produk baru; 
  2. atau Produk yang diduga merupakan hasil dari proses yang diberi paten jika pemegang paten tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.

Selain itu, hakim juga memberikan kesempatan kepada tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan proses yang dilindungi oleh paten, sesuai dengan Pasal 145 ayat (2) UU Paten.

Jika Anda masih membutuhkan klarifikasi mengenai ketentuan pendaftaran paten, jangan ragu untuk mendapatkan konsultasi dari ahli yang berpengalaman! Hubungi Smartlegal.id sekarang juga melalui tombol di bawah ini. 

Author: Ruth Rotua Agustina

Editor: Dwiki Julio

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY