Pedagang Online Wajib Memiliki Izin Usaha Simak Aturan Lengkapnya

Smartlegal.id -
Pedagang online wajib memiliki izin usaha. Jika tidak akan dikenakan sanksi pemblokiran. Simak Aturan Lengkap Sistem Perdagangan Melalui Sistem Elektronik

Pedagang online wajib memiliki izin usaha. Jika tidak akan dikenakan sanksi pemblokiran.

Belanja online telah menjadi keseharian bagi masyarakat Indonesia, bahkan beberapa di antaranya lebih memilih belanja online dari pada belanja secara konvensional. Perubahan kebiasaan cara belanja tersebut menyebabkan semakin berkembangnya platform penyedia belanja online atau yang dikenal dengan market place. Misalnya Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan lain-lain. Semakin banyaknya tingkat perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce yang terjadi, mau tidak mau pemerintah harus mengeluarkan peraturan yang mengatur kegiatan perdagangan secara online tersebut. Presiden Jokowi pada 20 November 2019 menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP 80/2019).

PP 80/2019 mendefinisikan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Sedangkan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya (PPMSE) adalah Pelaku Usaha penyedia sarana Komunikasi Elektronik yang digunakan untuk transaksi Perdagangan. Dalam PP 80/2019 dibedakan antara pelaku usaha dalam hal ini pedagang dengan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektornik.

Dari lingkup pengaturan tersebut dapat dilihat bahwa PP 80/2019 mengatur secara komprehensif segala hal yang berhubungan dengan kegiatan jual beli secara online. Sejak beberapa minggu setelah disahkan, peraturan tersebut telah mendapat banyak perhatian masyarakat khususnya terkait kewajiban untuk memiliki izin usaha bagi para pelaku perdagangan secara online. Berikut adalah ketentuan-ketentuan penting yang perlu diketahui dalam PP 80/2019.

Pihak yang Melakukan PMSE

Pihak-pihak yang dapat melakukan PMSE adalah pelaku usaha, konsumen, pribadi, dan instansi penyelenggara negara. PP 80/2019 menyebutkan bahwa PMSE merupakan hubungan privat yang dapat dilakukan antara:

  1. Pelaku usaha dengan pelaku usaha;
  2. Pelaku usaha dengan konsumen;
  3. Pribadi dengan pribadi;
  4. Instansi penyelenggara negara dengan pelaku usaha, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disebutkan juga bahwa PMSE tidak hanya bisa dilakukan oleh pelaku usaha dalam negeri, namun pelaku usaha luar negeri juga dapat melakukan perdagangan melalui sistem elektronik di Indonesia. Bahkan pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada konsumen yang berkedudukan di Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dianggap memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia dan melakukan kegiatan usaha secara tetap di Indonesia.

Kriteria untuk memenuhi kualifikasi tersebut adalah jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman dan jumlah traffic atau pengakses. Setelah memenuhi kriteria tersebut, PPMSE luar negeri wajib membuka perwakilan di Indonesia yang bertindak sebagai dan atas nama pelaku usaha tersebut.

 

 

Kewajiban untuk Mengutamakan Produk dalam Negeri

Seluruh pihak yang melakukan PMSE wajib untuk membantu program pemerintah, antara lain dengan melakukan:

  1. mengutamakan perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri;
  2. meningkatkan daya saing Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri; dan
  3. PPMSE dalam negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri.

 

Kewajiban untuk Memiliki Izin Usaha

Setelah beberapa tahun kegiatan belanja online dilakukan di Indonesia, PP 80/2019 akhirnya mewajibkan para pelaku usaha yang melakukan PMSE memiliki Izin Usaha. Namun terdapat pengecualian terhadap kewajiban memiliki Izin Usaha tersebut. Pasal 15 ayat 2 PP 80/2019, mengatur bahwa kewajiban memiliki Izin Usaha dikecualikan dalam kondisi:

  1. Bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat (beneficiary) secara langsung dari transaksi; atau
  2. Tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual para pihak yang melakukan PMSE.

Pengajuan Izin Usaha dilakukan melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Perdagangan.

 

Ketentuan Mengenai Perlindungan Konsumen

PP 80/2019 tidak hanya mengatur terkait para pelaku usaha dalam PMSE, namun juga mengatur mengenai perlindungan konsumen. Adapun prosedur perlindungan konsumen yang diatur dalam PP 80/2019 adalah sebagai berikut:

  1. Konsumen melaporkan kerugian yang diderita kepada Menteri;
  2. Pelaku usaha yang dilaporkan oleh konsumen yang dirugikan harus menyelesaikan pelaporan;
  3. Pelaku usaha yang tidak menyelesaikan pelaporan maka akan dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan oleh Menteri;
  4. Daftar prioritas tersebut dapat diakses oleh publik sehingga Pelaku Usaha akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

Selain itu sebagai wujud perlindungan konsumen, pelaku usaha diwajibkan menyediakan layanan pengaduan bagi konsumen. Di mana layanan tersebut paling sedikit memuat:

  1. alamat dan nomor kontak pengaduan;
  2. prosedur pengaduan konsumen;
  3. mekanisme tindak lanjut pengaduan;
  4. petugas yang kompeten dalam memproses layanan pengaduan; dan
  5. jangka waktu penyelesaian pengaduan.

 

Bukti Transaksi dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik

PPMSE dalam negeri dan luar negeri wajib menyediakan dan menyimpan bukti transaksi PMSE yang sah. Bukti transaksi tersebut dinyatakn sah apabila menggunakan Sistem Elektrnoki sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Bukti transaksi PMSE dapat juga digunakan sebagai alat bukti yang sah dan tidak dapat ditolak pengajuannya.

Disebutkan juga dalam Pasal 30, bukti transaksi PMSE dapat menggantikan perjanjian atau kontrak tertulis dengan ketentuan bukti transaksi tersebut dapat disimpan, diakses dan ditampilkan kembali untuk penggunaan berikutnya sehingga substansinya secara valid menerangkan suatu keadaan atau peristiwa hukum tertentu.

 

izin usaha perdagangan online

Perlindungan Terhadap Data Pribadi

PP 80/2019 mengatur bahwa setiap data pribadi diberlakukan sebagai hak milik pribadi dari orang atau pelaku usaha yang bersangkutan. Setiap pelaku usaha yang mendapat data pribadi konsumen, wajib menjaga amanat dalam penyimpanan dan menguasainya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Standar perlindungan data pribadi paling sedikit harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

  1. data pribadi harus diperoleh secara jujur dan sah dari pemilik;
  2. data pribadi harus dimiliki hanya untuk satu tujuan atau lebih yang dideskripsikan secara spesifik dan sah dan tidak boleh digunakan selain untuk tujuan tersebut;
  3. data pribadi yang diperoleh harus layak, relevan, dan tidak terlalu luas dalam kaitannya dengan tujuan penggunaan;
  4. data pribadi harus akurat dan harus selalu up to date dengan memberikan kesempatan kepada pemilik data untuk memperbaharui datanya;
  5. data pribadi tidak boleh dikuasai lebih lama dari waktu yang diperlukan;
  6. data pribadi harus diproses sesuai dengan hak subjek pemilik data;
  7. pihak yang menyimpan data pribadi harus mempunyai sistem pengamanan yang patut untuk mencega kebocoran atau kegiatan pemanfaatan data pribadi secara melawan hukum atau kerusakan terhadap data pribadi;
  8. data pribadi tidak boleh dikirim ke negara atau wilayah lain di luar Indonesia kecuali jika negara tersebut dinyatakan memiliki standar dan tingkat perlindungan yang sama dengan Indonesia.

Apabila pemilik data pribadi atau konsumen menyatakan berhenti berlangganan dan berhenti menggunakan jasa serta sarana PMSE, maka pemilik data pribadi berhak meminta pelaku usaha untuk menghapus seluruh data pribadi tersebut. Dengan demikian pelaku usaha wajib untuk menghapus semua data pribadi yang bersangkutan pada sistem yang dikelola pelaku usaha.

Mekanisme Pengiriman, Penukaran dan Pembatalan

Potensi yang sering kali menyebabkan timbulnya masalah dalam kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik adalah pada proses pengiriman barang, dengan demikian untuk mencegah hal-hal yang merugikan para pihak, PP 80/2019 juga mengatur terkait mekanisme pengiriman barang. Bahkan diatur juga mekanisme penukaran dan pembatalan apabila terjadi kekeliruan dalam proses pengemasan hingga pengiriman.

Dalam setiap pengiriman barang menggunakan jasa kurir atau mekanisme lainnya, pelaku usaha harus memastikan:

  1. keamanan barang;
  2. kelayakan kondisi barang;
  3. kerahasiaan barang;
  4. kesesuaian barang yang dikirim;
  5. ketepatan waktu pengiriman barang sesuai kesepakatan transaksi.

Bahkan disebutkan juga bahwa apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian antara jangka waktu pengiriman barang dan jangka waktu aktual yang telah disepakati sehingga menimbulkan perselisihan antara konsumen dengan pelaku usaha, maka PPMSE wajib untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.

Adapun mekanisme untuk penukaran atau pembatalan pembelian ditentukan maksimal dua hari kerja sejak diterimanya barang tersebut oleh konsumen. Konsumen dapat melakukan pembatalan dan penukaran barang dalam kondisi sebagai berikut:

  1. terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian antara barang yang dikirim;
  2. terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian antara jangka waktu aktual pengiriman barang;
  3. terdapat cacat tersembunyi;
  4. barang rusak;
  5. barang kadaluwarsa

Konsumen yang melakukan penukaran barang hanya dibebankan biaya pengiriman kembali atas barang tersebut, sedangka pembebanan biaya pengiriman kembali barang kepada konsumen dapat dilakukan jika kesalahan terjadi karena ketidaktelitian konsumen. Dalam hal pembatalan pembelian, maka PPMSE harus menyediakan mekanisme yang dapat memastikan pengembalian dana konsumen.

 

Penyelesaian Sengketa dalam Perdagangan Online

Tidak dapat dipungkiri bahwa sengketa atau konflik akan terjadi bahkan dalam kegiatan belanja online sekalipun, maka dari itu PP 80/2019 juga mengatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa. Disebutkan dalam 72, apabila terjadi sengketa dalam PMSE maa para pihak dapat menyelesaikannya melalui pengadilan atau penyelesaian sengketa lainnya. Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan secara elektronik (online dispute resolution).

Apabila sengketa tersebut terjadi antara konsumen dan pelaku usaha dalam negeri, maka konsumen dapat mengajukan gugatan melalui badan penyelesaian sengket konsumen atau mengajukan ke Lembaga peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Prinsip kebebasan berkontrak diterapkan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam PMSE karena para pihak dapat melakukan pemilihan forum penyelesaian sengketanya dan memilih hukum yang digunakan apabila salah satu pihak berasal dari luar negeri.

 

Sanksi Administratif

Dari sekian banyak aturan yang disebutkan dalam PP 80/2019, diatur juga mengenai sanksi administratifnya agar para pelaku PMSE mematuhi segala ketentuan yang telah ditetapkan. Sanksi administrative tersebut berupa:

  1. peringatan tertulis;
  2. dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan;
  3. dimasukkan dalam daftar hitam;
  4. pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam negeri dan luar negeri oleh instansi yang berwenang;
  5. pencabutan Izin Usaha.

 

Peringatan tertulis diberikan maksimal tiga kali dalam jangka waktu dua minggu sejak tanggal surat peringatan sebelumnya. Apabila pelaku usaha tidak melakukan perbaikan setelah surat peringatan ketiga maka akan dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan.

Kesimpulan

Dari penjabaran di atas mengenai hal-hal penting yang perlu diketahui dalam PP 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, maka dapat disimpulkan bahwa para pelaku usaha PMSE memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait pemenuhan dan penyesuaian terhadap segala hal yang diatur dalam peraturan ini. Harapannya, setelah berlakunya peraturan ini, maka kegiatan belanja online di Indonesia dapat semakin berkembang dan memberi kepastian hukum kepada seluruh pihak yang ikut serta di dalamnya, khususnya masyarakat sebagai konsumen.

 

Author: Andi Akhirah Khairunnisa

Editor : Hasyry Agustin

Jika Anda membutuhkan konsultasi hukum, Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui email : [email protected].

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY