Ini Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Membuat Perjanjian Kerja

Smartlegal.id -
Membuat Perjanjian Kerja

Dalam membuat perjanjian kerja, harus memperhatikan beberapa hal khususnya besar upah, kapan dibayarnya, serta syarat kerja

Perjanjian merupakan suatu perbuatan dimana dua orang atau lebih telah sepakat untuk saling mengingatkan diri mereka dalam perjanjian tersebut (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)). Dalam membuat perjanjian, pada dasarnya para pihak yang terlibat telah menyatakan sepakat untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan yang tertulis dalam perjanjian yang dibuat mereka.

Adapun perlunya pembuatan perjanjian secara tertulis, bertujuan untuk menegaskan kembali hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian tersebut secara individual. Hal tersebut dilakukan guna mencegah terjadinya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat dalam perjanjian serta menjamin adanya kepastian hukum.

Tak terkecuali dalam perjanjian kerja, maka dari itu para pihak dalam hubungan kerja, yakni pemberi kerja dan pekerja harus membuat perjanjian kerja secara tertulis untuk memastikan terlaksananya kewajiban serta terpenuhinya hak masing-masing pihak. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan perjanjian kerja antara lain seperti syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Baca juga: Pengusaha Wajib Tahu Ketentuan Mengenai Perjanjian Kerja Harian Terbaru!

Mengacu pada Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), ditetapkan bahwa dalam membuat perjanjian kerja setidaknya harus memuat beberapa hal yang meliputi:

  1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
  2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
  3. Jabatan atau jenis pekerjaan;
  4. Tempat pekerjaan;
  5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
  6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
  7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
  8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
  9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Sementara itu, untuk ketentuan mengenai upah, cara pembayarannya, dan syarat-syarat kerja yang meliputi hak dan kewajiban para pihak, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut untuk memberi kepastian berapa jumlah upah yang diterima serta kapan upah tersebut dibayar serta hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki masing-masing pengusaha dan pekerja (Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).

Selain itu, perjanjian kerja yang telah disepakati juga harus dibuat setidaknya sebanyak 2 rangkap (keduanya punya kekuatan hukum yang sama) untuk masing-masing diberikan pada pekerja dan pengusaha. Perlu dicatat bahwa perjanjian kerja yang telah disepakati tidak dapat ditarik lagi serta diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. (Pasal 54 ayat (3) dan Pasal 55 UU Ketenagakerjaan).

Adapun jenis perjanjian kerja yang ada dibagi berdasarkan ditetapkan atau tidaknya jangka waktu berlakunya perjanjian tersebut. Jenis perjanjian kerja yang dimaksud meliputi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) (Pasal 81 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)).

Baca juga: Serba-Serbi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Peraturan Turunan UU Cipta Kerja

Untuk pembuatan PKWT, harus didasarkan atas jangka waktu berlakunya perjanjian atau saat selesainya pekerjaan yang diberikan kepada pekerja dalam perjanjian. Jangka waktu atau saat selesainya pekerjaan yang dimaksud ditentukan berdasarkan perjanjian kerja yang dibuat (Pasal 81 UU Cipta Kerja).

Selain itu, untuk PKWT harus dibuat secara tertulis serta dalam bahasa Indonesia dan huruf latin serta tidak dapat menetapkan adanya masa percobaan kerja sebagai syarat kerja. Perjanjian kerja yang dimaksud juga hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang akan selesai pada waktu tertentu (menurut jenis dan sifatnya) dan tidak dapat dibuat untuk pekerjaan yang bersifat tetap (Pasal 81 UU Cipta Kerja).

Sementara itu, terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan berakhirnya suatu perjanjian kerja yang diantaranya seperti:

  1. Pekerja meninggal dunia;
  2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
  3. Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
  4. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja (Pasal 81 UU Cipta Kerja).

Perlu dicatat jika pengusaha meninggal dunia atau beralih haknya atas perusahaan (karena penjualan, pewarisan, atau hibah) tidak akan menyebabkan perjanjian kerja yang dibuat berakhir. Namun, apabila pekerja yang meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 81 UU Cipta Kerja). 

Jangan sampai usaha Anda harus berhenti karena terjerat kasus hukum. Bingung dengan ketentuan hukum yang berlaku? Konsultasikan saja dengan Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini. 

Author: Muhammad Fa’iz Nur Abshar

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY