Tips Menyelesaikan Perselisihan Tanpa Melalui Pengadilan

Smartlegal.id -
Tips Menyelesaikan Perselisihan

Simak tips-tips berikut perselisihan antara pengusaha dan pekerja sebelum menyelesaikan perselisihan tersebut di PHI”

Penyelesaian melalui pengadilan bukanlah penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga sebaiknya dihindari jika masih ada cara lain.

Dalam menjalankan perusahaan, sangat terbuka untuk terjadi konflik antara Pengusaha dengan Pekerja atau Serikat Pekerja. Konfliknya pun bermacam-macam. Mulai dari perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK), atau perselisihan antar serikat pekerja.

Berbagai konflik tersebut bisa berujung kepada penyelesaian di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Penyelesaian di PHI akan memakan waktu dan tenaga para pihak. Meski telah ditentukan waktu maksimal sidang 50 (lima puluh) hari, namun faktanya terkadang lebih dari itu. Ditambah lagi masih ada upaya kasasi di Mahkamah Agung (MA). 

Baca juga: Ini 2 Perundingan Perselisihan PHK Sebelum Ke Pengadilan

Pengusaha dan Pekerja dianjurkan sebisa mungkin menyelesaikan perselisihan kerja tanpa melalui mekanisme PHI. Untuk itu, yuk simak tips-tips menyelesaikan perselisihan berikut ini!

MAKSIMALKAN PERUNDINGAN BIPARTIT

Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PHI), perundingan bipartit dilakukan antara Pengusaha dengan Pekerja atau Serikat Pekerja. Waktu penyelesaiannya maksimal 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya perundingan. Jika telah lewat waktu, namun perselisihan tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal (Pasal 3 UU PHI).

Meski salah satu pihak dapat menolak untuk berunding, upayakan agar tetap terjadi perundingan. Pengusaha dapat meminta serikat pekerja agar membujuk pekerja untuk berunding. Terlepas dari perundingan bipartit adalah perundingan dua pihak saja, namun memanfaatkan keberadaan serikat pekerja sebagai fasilitator dalam perundingan bipartit. Perundingan bipartit adalah perundingan yang paling diutamakan. Hal ini karena perundingan bipartit dilaksanakan secara musyawarah untuk mufakat. Sehingga kedepannya, tidak akan mengganggu hubungan baik antara Pengusaha dengan Pekerja.

Bila kesepakatan tercapai, maka segera buat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak. Jangan lupa juga untuk mendaftarkan perjanjian bersama tersebut ke PHI setempat (Pasal 7 UU PHI).  

Baca juga: Memaksimalkan Fungsi Perundingan Bipartit dalam Perselisihan Hubungan Industria

PILIH UPAYA TRIPARTIT YANG COCOK

Jika perundingan bipartit gagal, maka selanjutnya ada upaya tripartit. Upaya tripartit terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Pilihlah yang sesuai dengan perselisihan kerja Anda, lalu perhatikan karakteristik dari masing-masing upaya tripartit. Berikut penjelasan detailnya:

  1. Mediasi
    Mediasi adalah upaya penyelesaian yang dilakukan mediator. Sebelum memasuki sidang mediasi, mediator akan melakukan penelitian tentang duduk perselisihan kerja (Pasal 10 UU PHI). Untuk itu, berikan informasi yang sejelas-jelasnya dalam risalah perundingan bipartit sesuai dengan Pasal 6 UU PHI. Sehingga mediator dapat memahami persoalan sebenarnya. Jika gagal tercapai kesepakatan, mediator akan memberikan anjuran tertulis untuk para pihak, dan harus diberi jawaban dalam waktu 10 (sepuluh) hari (Pasal 13 UU PHI). Pertimbangkan masak-masak anjuran tersebut. Jadikan anjuran mediator sebagai sarana dan patokan untuk mencapai kesepakatan para pihak. Tidak ada larangan dalam UU untuk melakukan kesepakatan berdasarkan anjuran mediator, dengan mengubahnya di beberapa sisi.
  1. Konsiliasi
    Konsiliasi dilakukan oleh para pihak dengan seorang konsiliator. Proses konsiliasi tidaklah berbeda dengan mediasi. Hanya saja lingkup konsiliasi dibatasi, yaitu hanya untuk perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja (Pasal 18 UU PHI). Pada konsiliasi, para pihak dapat memilih dan menunjuk sendiri konsiliatornya (Pasal 18 UU PHI). Pilihlah konsiliator yang memahami bidang usaha bisnis Perusahaan, dan juga berpengalaman dalam perselisihan sejenis.
  1. Arbitrase Tidak seperti mediasi dan konsiliasi, putusan dalam arbitrase bersifat mengikat dan final (Pasal 1 angka 15 UU PHI). Lingkup arbitrase hanya pada perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja (Pasal 29 UU PHI). Sama seperti konsiliasi, para pihak juga dapat memilih arbiternya sendiri dari daftar arbiter yang ditetapkan Menteri. Arbiter dapat berjumlah tunggal dan dapat berjumlah 3 (tiga) orang (Pasal 33 UU PHI). Keunggulan arbitrase dibanding Pengadilan adalah efisien secara waktu, lebih hemat biaya perkara, bersifat rahasia karena sidang tertutup, tidak ada upaya hukum lagi setelahnya, dan arbiter sesuai keahliannya.

Kesulitan dalam mengurus pendirian PT atau pendaftaran merek? Kami dapat membantu mengurusnya. Segera hubungi kami Smartlegal.id melalui tombol dibawah ini.

Author: Farhan Izzatul Ulya

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY