Perhitungan THR Menurut UU Cipta Kerja Berdasarkan Masa Kerja Dilengkapi Contohnya
Smartlegal.id -

“Perhitungan THR menurut UU Cipta Kerja wajib dipahami oleh pekerja dan pengusaha agar pemberian tunjangan sesuai dengan masa kerja dan ketentuan yang berlaku.”
Menjelang hari raya banyak karyawan berharap mendapatkan tambahan penghasilan dari Tunjangan Hari Raya (THR). Pemberian tunjangan ini bukan sekadar tradisi tetapi juga hak yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
THR menjadi bentuk apresiasi perusahaan terhadap kerja keras karyawan sepanjang tahun. Biasanya pembayaran ini dilakukan sebelum hari raya agar karyawan dapat mempersiapkan kebutuhan mereka dengan lebih baik.
Namun dalam praktiknya masih banyak pekerja yang belum memahami cara perhitungannya. Begitu juga dengan pengusaha yang terkadang kurang mematuhi aturan yang berlaku.
Simak artikel ini untuk mengetahui cara menghitung THR UU Cipta Kerja berdasarkan masa kerja serta contohnya. Dengan memahami aturan yang berlaku hak karyawan dan kewajiban pengusaha dapat terpenuhi dengan baik.
Baca juga: Sanken Indonesia Tutup, Apa Saja Hak Karyawan yang Harus Dipenuhi?
Apa itu THR?
THR adalah pendapatan non-upah yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh menjelang hari raya keagamaan. Pemberian THR bertujuan untuk mendukung kesejahteraan pekerja dan membantu pemenuhan kebutuhan selama hari raya.
THR diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ketenagakerjaan)
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan (PP Pengupahan) serta Permenaker tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016).
THR harus diberikan dalam bentuk uang rupiah agar pekerja dapat menggunakannya secara langsung. Pembayaran ini wajib dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan sesuai keyakinan pekerja.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Permenaker 6/2016, hari raya keagamaan yang dimaksud mencakup Idul Fitri bagi umat Islam, Natal bagi Kristen Katolik dan Protestan, Nyepi bagi Hindu, Waisak bagi Buddha, serta Imlek bagi Konghucu. Dengan adanya aturan ini, hak pekerja atas THR terlindungi secara hukum.
Wajib ketahui ketentuan pembayaran THR tidak boleh dicicil simak ulasannya dalam artikel Sah! SE Menaker 6/2021 Berlaku, Ketentuan THR Tidak Boleh Dicicil
Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR
Karyawan yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang telah bekerja minimal satu bulan secara terus menerus atau lebih dengan perhitungan proporsional sesuai dengan masa kerja. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016.
Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau karyawan tetap berhak menerima THR. Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak juga mendapatkan THR sesuai masa kerja mereka.
Pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam 30 hari sebelum hari raya keagamaan tetap berhak menerima THR. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Permenaker 6/2016, tetapi tidak berlaku bagi pekerja PKWT yang kontraknya berakhir sebelum hari raya.
Pekerja yang dipindahkan ke perusahaan lain tetap berhak atas THR dari perusahaan baru jika masa kerjanya berlanjut. Ketentuan ini berlaku jika di perusahaan lama pekerja tersebut belum menerima THR sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Permenaker 6/2016.
Baca juga: Putusan MK PKWT: Apa Saja Perubahan dan Pengaruhnya bagi Pekerja?
Cara Perhitungan THR Menurut UU Cipta Kerja
Besaran THR dihitung berdasarkan masa kerja karyawan di perusahaan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Permenaker 6/2016.
1. Karyawan dengan Masa Kerja 12 Bulan atau Lebih (Pasal 3 Ayat (1) huruf a Permenaker 6/2016)
- Berhak mendapatkan THR sebesar 1 bulan upah penuh.
- Upah yang dimaksud terdiri atas komponen upah (Pasal 3 Ayat (2) Permenaker 6/2016): Upah bersih tanpa tunjangan (clean wages) dan upah pokok ditambah tunjangan tetap.
2. Karyawan dengan Masa Kerja 1 Bulan atau Lebih tetapi Kurang dari 12 Bulan (Pasal 3 Ayat (1) huruf b Permenaker 6/2016)
- Berhak mendapatkan THR secara proporsional sesuai lama bekerja.
- Rumus perhitungannya: (Masa kerja ÷ 12) × 1 bulan upah.
3. Ketentuan THR yang Lebih Besar dari Standar
Pasal 4 Permenaker 6/2016 mengatur bahwa jika dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan perusahaan telah menetapkan nilai THR yang lebih besar dari standar yang diatur dalam Pasal 3 Permenaker 6/2016, maka nilai yang lebih besar tersebut tetap berlaku. Dengan demikian, perusahaan wajib membayar THR sesuai dengan kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya jika nilainya lebih tinggi daripada yang diatur dalam peraturan pemerintah.
Dengan sistem ini, pekerja mendapatkan THR sesuai dengan kontribusinya di perusahaan. Sesuai dengan Pasal 5 Ayat 4 Permenaker 6/2016, Pengusaha wajib membayarkan THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan agar karyawan dapat menggunakannya tepat waktu.
Tidak bayar THR bisa kena denda? Simak ulasannya dalam artikel Hati-Hati! Telat Bayar THR Bisa Kena Denda
Contoh Perhitungan THR Menurut UU Cipta Kerja
Berikut adalah contoh perhitungan THR berdasarkan masa kerja karyawan sesuai dengan Permenaker 6/2016:
1. Karyawan dengan Masa Kerja 12 Bulan atau Lebih (Pasal 3 Ayat (1) huruf a Permenaker 6/2016)
- Karyawan A telah bekerja selama 2 tahun dengan gaji Rp 5.000.000 per bulan.
- Karena masa kerjanya lebih dari 12 bulan, maka karyawan A berhak menerima THR sebesar 1 bulan upah penuh.
- Perhitungan: THR = 1 × Rp5.000.000 = Rp5.000.000.
2. Karyawan dengan Masa Kerja 1 Bulan atau Lebih tetapi Kurang dari 12 Bulan (Pasal 3 Ayat (1) huruf b Permenaker 6/2016)
- Karyawan B telah bekerja selama 6 bulan dengan gaji Rp 4.000.000 per bulan.
- Karena masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka THR dihitung secara proporsional.
- Perhitungan: THR = (Masa Kerja ÷ 12) × 1 Bulan Upah, THR = (6 ÷ 12) × Rp4.000.000, THR = 0,5 × Rp4.000.000 = Rp2.000.000
Baca juga: Hak Karyawan PHK Perusahaan: Ini 3 Hak yang Wajib Diberikan
Sanksi Bagi Pengusaha yang Terlambat atau Tidak Membayar THR
Pengusaha yang terlambat membayar THR dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Permenaker 6/2016 yang menyatakan bahwa denda berlaku sejak batas waktu pembayaran berakhir, yaitu 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Denda keterlambatan ini tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja. Sesuai Pasal 10 ayat (2) Permenaker 6/2016, pengusaha tetap harus melunasi THR yang tertunda meskipun telah dikenai denda.
Selain denda, Sesuai dengan Pasal 11 Permenaker 6/2016, pengusaha yang tidak membayar THR juga dapat dikenai sanksi administratif. Pasal 79 ayat (1) PP Pengupahan mengatur sanksi administratif berupa:
- Teguran tertulis
- Pembatasan kegiatan usaha
- Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
- Pembekuan kegiatan usaha
Anda ingin mengurus legalitas bisnis Anda tanpa ribet? Serahkan saja kepada kami. Hubungi Smartlegal.id melalui tombol di bawah ini sekarang juga.
Author: Pudja Maulani Savitri
Editor: Genies Wisnu Pradana
Referensi
https://www.liputan6.com/hot/read/5883120/perhitungan-thr-menurut-uu-cipta-kerja-panduan-lengkap-untuk-karyawan?page=4