Ramai Wine Halal, Emang Bisa Dapat Sertifikat Halal?

Smartlegal.id -
wine halal

“Wine halal sempat ramai menjadi perbincangan di sosial media setelah pemilik akun @adityadwiputras yang mengunggah produk minuman dengan merek Nabidz”

Baru-baru ini, masyarakat dihebohkan dengan unggahan media sosial Instagram oleh pemilik akun @adityadwiputras yang mengunggah produk minuman dengan merek Nabidz yang diklaim sebagai “wine halal”. Hal tersebut sontak mengundang atensi masyarakat karena diketahui wine yang merupakan minuman beralkohol termasuk dalam kategori produk non-halal.

Ternyata diketahui, produk buatan Profesor Beni Yulianto tersebut sudah mendapat sertifikasi halal oleh Kementerian Agama dengan nama produk Jus Buah Anggur Nabidz dan nomor sertifikasi ID31110003706120523. Sertifikasi halal tersebut terbit sejak 12 Juni 2023 kemarin. Dengan produk minuman ini pihaknya bermaksud untuk bisa membantu kaum muslimin yang masih kecanduan ‘minum’ untuk beralih ke yang halal.

Baca juga: Cek Dulu! Nama Produk Ini Gak Bisa Dapat Sertifikat Halal

Menanggapi hal tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal bagi produk non-halal termasuk wine. Pihaknya mengaku produk tersebut bukan terdaftar halal sebagai wine melainkan minuman jus buah anggur.

Tak berselang lama, BPJH kemudian memblokir sertifikat halal atas produk jus buah anggur dengan merek Nabidz tersebut. Pihaknya menuturkan pemblokiran tersebut akan terus berlangsung selama proses investigasi atas produk tersebut selesai.

Ketentuan Pemberian Sertifikat Halal

Seperti yang kita ketahui, wine merupakan minuman hasil fermentasi buah-buahan yang telah dihancurkan terlebih dahulu untuk menghasilkan alkohol alami dengan kadar alkohol berkisar antara 12-15%. 

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 86 Tahun 1977 tentang Minuman Keras, minuman beralkohol adalah minuman dengan kandungan alkohol, yang dibuat dari fermentasi berbagai jenis bahan baku nabati mengandung karbohidrat, dengan cara distilasi hasil fermentasi.

Jika dikaitkan dengan syariat Islam, wine termasuk dalam minuman haram karena didalamnya mengandung unsur yang dapat memabukkan, yaitu alkohol. Oleh karena itu, secara hukum produk tersebut tidak dapat mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena tidak termasuk ke dalam produk halal.

Sebagaimana yang disebutkan Pasal 1 angka 2 UU Produk Halal, produk halal merupakan produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. 

Baca juga: Bakso A Fung Viral Imbas Kerupuk Babi, Ini Komitmen Restoran Halal

Terdapat beberapa ketentuan jika pelaku usaha ingin mendapatkan sertifikasi halal. Ketentuan tersebut disebut dengan “standarisasi halal” sebagaimana yang diatur  ketentuan dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal yang menyatakan bahwa produk yang akan dijual: 

  1. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.  
  2. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamar, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.  
  3. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dll.  
  4. Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.

Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwasannya parameter kehalalan suatu produk tidak hanya mengenai bahan bakunya, namun juga memperhatikan penamaan produk tersebut apakah terdapat unsur produk yang diharamkan atau tidak.

Setelah mendapatkan sertifikat halal, maka pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehalalan produk tersebut dengan: 

  1. mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal;
  2. menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal;
  3. memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal;
  4. memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir; dan
  5. melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.

Terkait pencantuman label halal, pencantuman label tersebut harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak pada (Pasal 37, 38 dan 39 UU Produk Halal): 

  1. kemasan produk;
  2. bagian tertentu dari Produk; dan/atau
  3. tempat tertentu pada produk.

Bagi pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal namun tidak menjaga kehalalan produk tersebut maka dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar (Pasal 56 UU Produk Halal).

Bisnis Anda mau bersertifikat halal tapi takut salah langkah mengurusnya? Jangan khawatir konsultasikan saja kepada kami. Dengan klik tombol di bawah ini Anda bisa konsultasi dengan Smartlegal.id.

Author: Yanuar Ramadhana

Editor: Dwiki Julio

Seberapa membantu artikel ini menurut Anda?

TERBARU

PALING POPULER

KATEGORI ARTIKEL

PENDIRIAN BADAN USAHA

PENDAFTARAN MERK

LEGAL STORY